Tari Cokek, Akulturasi Budaya Betawi dan Tionghoa

12400
Tari Cokek
Foto: adat-tradisional.blogspot.com

1001indonesia.net – Tidak diragukan lagi, masyarakat Tionghoa memberikan banyak pengaruh terhadap kebudayaan masyarakat Betawi. Besarnya pengaruh ini kemudian melahirkan beragam bentuk kesenian yang merupakan hasil akulturasi kedua kebudayaan tersebut. Salah satunya adalah tari cokek.

Tari Cokek lahir pada lingkungan masyarakat Betawi-Tionghoa di pinggiran kota Jakarta, tepatnya di Teluk Naga, Tangerang.

Dulu, Sungai Cisadane di Tangerang merupakan akses yang digunakan para pedagang Tionghoa untuk menjual barang-barangnya pada masyarakat di sana. Perdagangan di lokasi ini berkembang pesat hingga banyak orang Tionghoa yang membeli tanah dan menetap di sana. Mereka kemudian membaur dengan masyarakat setempat.

Pembauran inilah yang akhirnya membuat kebudayaan masyarakat Tionghoa memengaruhi kebudayaan setempat. Kemudian lahirlah beragam budaya hasil akulturasi, baik dalam bahasa, kuliner, busana, maupun kesenian. Tari cokek merupakan salah satu kesenian hasil akulturasi tersebut.

Tari cokek ditarikan oleh penari wanita dengan iringan musik gambang kromong. Dalam tarian ini, penari biasanya juga mengajak para tamu untuk ikut menari. Dalam masyarakat Betawi, ajakan tersebut dikenal dengan istilah ngibing.

Para penari mengajak tamu untuk menari bersama dengan mengalungkan selendang yang mereka kenakan ke leher tamu tersebut. Tidak semua tamu diajak menari bersama. Biasanya, para tamu terhormat yang mendapat prioritas untuk diajak menari.

Nama cokek sendiri berasal dari bahasa Hokkian chniou-khek yang berarti menyanyikan lagu. Disebut menyanyikan lagu karena pada awalnya, cokek bukanlah sebuah tari yang berdiri sendiri, tetapi juga dengan menyanyi.

Cokek sebenarnya merupakan sebutan bagi penyanyi yang diiringi musik gambang kromong. Namun, ia tidak sekadar menyanyi, tapi juga menari. Penyanyi ini lebih dikenal dengan sebutan wayang cokek.

Keberadaan cokek tidak bisa dilepaskan dari musik gambang kromong. Musik tradisional Betawi ini juga merupakan hasil akulturasi kebudayaan Betawi dengan kebudayaan China. Begitu pun aspek-aspek dalam tari cokek, seperti kostum dan gerakan, semuanya merupakan hasil akulturasi budaya.

Tari tradisional Betawi ini merupakan tari pergaulan. Fungsinya sebagai hiburan. Dulu, pertunjukan tari cokek mengisi acara-acara hajatan masyarakat Betawi, seperti pernikahan dan khitanan. Tari ini juga berfungsi sebagai penerima para tamu terhormat.

Saat ini, semakin jarang pertunjukan tari cokek. Hanya pada acara-acara besar, seperti ulang tahun Jakarta dan festival budaya, kita bisa menyaksikan tarian khas Betawi ini digelar.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

14 − 12 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.