1001indonesia.net – Kesenian sisingaan merupakan hasil kreativitas budaya masyarakat Subang. Di masa silam, kesenian ini digunakan sebagai media perlawanan melalui sindiran terhadap penjajah Inggris yang kala itu menguasai Pulau Jawa.
Kesenian sisingaan mulanya berangkat dari kebiasaan masyarakat Subang untuk menghibur anak-anak laki-laki yang akan disunat, dengan cara diarak keliling kampung menggunakan kursi yang dihias yang disebut disebut jampana.
Arakan itu digelar satu hari sebelum mereka disunat. Anak-anak dimandikan air kembang yang disiapkan oleh dukun rias sebelum dijadikan sebagai pengantin sunat.
Jampana diusung oleh empat orang dewasa. Pengantin sunat duduk di atas kursi yang telah dihias. Arakan tersebut diiringi musik sederhana yang terdiri atas dog-dog, kendang, kempul, kecrek, dengan pola tabuh pencak silat, dan improvisasi bersipat spontan (tidak terencana).
Seiring waktu, jampana kemudian menjelma ke dalam bentuk patung singa bongsang. Perubahan ini ada sejarahnya.
Kala itu, Pulau Jawa dijajah Inggris. Gerah dengan tindakan penjajah Inggris yang menindas kaum bumiputra, orang Subang melakukan perlawanan dengan sindirin.
Singa yang menjadi lambang kebesaran negara tersebut dijadikan tunggangan anak-anak. Para penunggang tersebut melakukan penjambakan rambut dari kepala singa yang dijunjung bangsa Eropa.
Kala itu, wujud patung singa dalam tradisi sisingaan belum sempurna seperti sekarang. Dengan konstruksi kayu ringan dari pohon randu serta untaian rambut yang terbuat dari bunga atau daun kaso. Rangkanya masih berbentuk ala kadarnya dengan susunan anyaman bambu yang ditutupi karung goni.
Di masa silam, selain dijadikan sebagai sarana perlawanan, bentuk kesenian yang juga disebut ‘odong-odong’ ini merupakan sarana ritual pertanian. Odong-odong digunakan dalam upacara penghormatan terhadap padi dan roh para leluhur.
Jika dulu kesenian sisingaan identik hajatan khitanan anak-anak, kini kesenian sisingaan juga sering dipentaskan dalam acara-acara khusus.
Baca juga: Barong Ider Bumi, Upacara Tolak Bala Masyarakat Desa Kemiren