Sikerei, Ritual Pengobatan Tradisional Suku Mentawai

4880
sikerei
Ilustrasi (Foto: infobudaya.net)

1001indonesia.net – Kerei atau Sikerei merupakan sebutan masyarakat Suku Mentawai untuk orang yang dipercaya memiliki kekuatan supranatural dan kedekatan dengan roh leluhur. Mereka memiliki tugas utama sebagai mediator antara manusia dengan dunia arwah para leluhur sehingga terjadi hubungan yang selaras di antara keduanya.

Suku Mentawai adalah masyarakat menetap di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Sebagian masyarakat Suku Mentawai masih mempertahankan cara hidup tradisional yang bergantung sepenuhnya pada alam sekitar. Mereka dikenal sebagai peramu yang andal. Salah satu tradisi yang khas adalah penggunaan tato di sekujur tubuh yang terkait dengan peran dan status sosial penggunanya.

Baca juga: Tato Mentawai, Seni Menggambar Tubuh Tertua di Dunia

Salah satu kemampuan utama Sikerei adalah dalam bidang pengobatan. Rakyat Mentawai percaya, seseorang yang sakit dikarenakan jiwanya sedang meninggalkan tubuhnya. Untuk mengobatinya diperlukan seorang yang memiliki kekuatan spiritual yang tinggi. Bagi masyarakat Mentawai, Sikerei dianggap memiliki kemampuan untuk memanggil kembali jiwa tersebut.

Proses ritual pengobatan (pasilagek) dimulai dengan menghaluskan dedaunan yang digunakan sebagai ramuan obat. Selama prosesi ini, Sikerei terus merapalkan mantra. Rapalan mantra merupakan komunikasi Sikerei dengan para leluhur (ukkui) yang membantunya dalam ritual pengobatan itu.

Pengobatan dilanjutkan dengan tarian mistis yang disebut Turuk. Sama seperti rapalan mantra, tarian tersebut juga merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur.

sikerei
Dua orang Sikerei sedang meramu obat. (Foto: Ocha/mentawaikita.com)

Kehidupan tradisional Suku Mentawai tidak bisa dilepaskan dari kepercayaan terhadap roh leluhur. Hubungan antara manusia dan roh para leluhur harus dijaga dengan baik agar tercipta keselarasan.

Sebab itu, seorang Sikerei memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat Suku Mentawai. Selain ahli dalam pengobatan, Sikerei juga diberi kepercayaan untuk menjadi pimpinan dalam setiap upacara adat, mulai dari upacara kelahiran, pergi ke ladang, berburu ke hutan, hingga upacara kematian.

Tidak mudah untuk menjadi Sikerei. Proses menjadi Sikerei melewati beberapa tahapan yang berlangsung dalam hitungan tahun. Seorang calon akan diuji secara mental maupun fisik, mulai dari kemampuan meramu obat-obatan hingga meditasi untuk menemui roh leluhur (Pagetasabbau).

Meskipun dalam strata sosial, Sikerei menduduki posisi paling atas dan sangat dihormati oleh warga lainnya, tapi ia tidak serta-merta bebas melakukan apa pun yang ia inginkan. Beberapa pantangan harus dipatuhi, seperti larangan untuk makan pakis, babi, bilou (sejenis monyet khas Mentawai), belut, tupai, dan kura-kura.

Sikerei juga dilarang untuk menggoda istri orang lain. Ia harus mendahulukan kepentingan kaum di atas dirinya. Ketika ada panggilan untuk menyembuhkan orang sakit, mereka harus rela meninggalkan kegiatan di uma (rumah adat) maupun di ladang.

Baca juga: Rumah Panjang Mentawai dan Sistem Kehidupan Tradisionalnya

Beratnya syarat dan adanya berbagai pantangan membuat tidak semua orang mampu dan mau menjadi Sikerei. Oleh karena itu, biasanya Sikerei ditunjuk berdasarkan keturunan.

Ada juga yang mengungkapkan bahwa menjadi Sikerei adalah sebuah panggilan. Mereka yang menjadi Sikerei bukan karena mereka mengiinginkannya, tetapi karena ditunjuk oleh Taikamanua. Petunjuk itu mereka dapatkan melalui mimpi. Dalam kepercayaan Suku Mentawai, Taikamanua adalah penguasa tertinggi alam semesta.

Sebagai syarat pengangkatan Sikerei, mereka yang ditunjuk haruslah memotong babi dan ayam sebagai persembahan kepada arwah leluhur. Orang yang terpanggil menjadi Sikerei akan memiliki kemampuan untuk berbicara dan memahami bahasa roh dari para leluhur.

Namun seiring waktu, peran Sikerei pun semakin terpinggirkan. Budaya tradisional semakin terdesak oleh budaya modern. Kepercayaan asli Suku Mentawai yang bernama Arat Sabulungan juga semakin surut dengan masuknya agama-agama Samawi. Secara perlahan, budaya tradisional Mentawai mulai berubah, menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Anak-anak muda Mentawai lebih senang merantau ke luar daerah daripada tetap di dalam suku dan hidup dengan segala tradisinya. Kalangan muda yang sudah mengecap pendidikan, memilih bekerja dan tinggal di ibu kota kecamatan Muara Siberut atau ibu kota Kabupaten Tuapejat.

Bergesernya budaya Suku Mentawai dan semakin langkanya anak muda yang tinggal di dalam suku membuat keberadaan Sikerei semakin langka. Kini sosoknya hanya bisa dijumpai di Pulau Siberut, terutama di Kecamatan Siberut Selatan.

Sedangkan di tempat lain, seperti di Pulau Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan, Sikerei hampir tidak ditemukan lagi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

5 − 1 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.