Ritual Balala’, Kearifan Lokal Masyarakat Dayak untuk Menepis Wabah

1060
Ritual Balala'
Tetua adat memimpin ritual Balala' (22/3/2020). (Foto: MIFTAH/PONTIANAKPOST)

1001indonesia.net – Jauh sebelum penyebaran COVID-19, masyarakat Dayak sudah memiliki kearifan lokal untuk mencegah wabah penyakit, yaitu berupa ritual Balala’. Sama dengan PSBB atau PPKM yang digalakkan pemerintah, dalam ritual yang disebut juga dengan Bapantang ini, warga tidak keluar rumah dalam kurun waktu tertentu untuk mencegah penyebaran penyakit.

Dipimpin oleh pemuka adat, ritual diawali dengan Baremah atau membatasi gangguan roh jahat. Doa dilantunkan mengiringi penyiapan sesajian makanan, antara lain daging dan kue tumpi’ yang disimpan dalam wadah khusus dari anyaman.

Ritual ini mengandung makna, warga wajib berdiam di rumah dan orang luar tidak boleh melintasi batas wilayah itu. Masyarakat Dayak menggelar ritual ini untuk menghadapi wabah sampar, termasuk untuk menghalau penyebaran virus COVID-19. Selain untuk menghalau wabah, ritual ini juga digelar saat tutup tahun.

Saat musim pancaroba banyak penyakit datang. Selain itu, penyakit juga bisa datang dari ulah manusia yang berbuat salah, seperti melanggar aturan adat dan tidak menghormati leluhur dan tempat-tempat sakral.

Oleh karena perbuatan salah manusia bisa mendatangkan bencana, masyarakat Dayak menggelar ritual Balala’ untuk memohon maaf dan meminta perlindungan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Masing-masing suku Dayak memiliki caranya sendiri dalam menggelar ritual ini, dengan sebutan yang juga beragam. Lama pelaksanaan juga bervariasi, ada yang satu hari, ada yang hingga tiga hari. Meski beragam, substansinya sama, yaitu sebagai ritual tolak bala.

Baca juga: Tolak Bala, Tradisi Masyarakat Nusantara Menangkal Marabahaya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

13 − 2 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.