1001indonesia.net – Pura Tirta Empul terkenal akan mata air sucinya yang digunakan oleh orang Hindu untuk melukat (menyucikan diri). Air dari pancuran di Pura Tirta Empul juga dipercaya memiliki daya magis penyembuhan.
Pura berusia lebih dari seribu tahun ini ramai dikunjungi, tak hanya oleh umat Hindu tapi juga para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Tampaknya banyak orang yang tertarik untuk ikut menyucikan diri di pura ini.
Tempat ibadah ini memang boleh dimasuki oleh pemeluk agama lain asal menaati peraturan, menjaga sikap, dan menghormati umat Hindu yang sedang menjalani peribadatan.
Kompleks Pura Tirta Empul berada di Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali, sekitar 40 km dari Denpasar. Letaknya di sebuah lembah tepat di sebelah bawah Istana Tampak Siring.
Istana Tapak Siring merupakan salah satu peninggalan presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Hingga kini Istana Tampak Siring masih difungsikan sebagai lokasi berlangsungnya acara-acara kenegaraan.
Tak hanya terkenal dengan keberadaan kolam yang biasa digunakan untuk aktivitas melukat, Pura Tirta Empul juga mempunyai desain arsitektur unik. Terlebih bangunan pura ini usianya sudah sangat tua.
Diperkirakan tempat suci ini dibangun pada 962 Masehi semasa Chandra Bhayasingha, raja keempat Wangsa Warmadewa, berkuasa di Pulau Bali. Merujuk pada prasasti Blanjong di Sanur, pura ini didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa.
Secara harfiah, Tirta Empul bermakna air yang keluar dari tanah. Ini berkaitan dengan kisah berdirinya pura ini yang dipercaya oleh umat Hindu Bali. Konon, di lokasi tersebut, Dewa Indra menancapkan tombak ke tanah sehingga air pun keluar. Air itu diyakini suci dan bisa menyembuhkan.
Layaknya pura-pura lain di Bali, bangunan suci ini memiliki tiga bagian, yaitu jaba pura (halaman muka), jaba tengah (halaman tengah), dan jeroan (bagian dalam). Kolam yang digunakan untuk pengelukatan terletak di bagian jaba tengah. Di samping kolam tersebut, terdapat sebuah kolam ikan.
Ketika memasuki area suci ini, para pengunjung diharuskan menaati peraturan. pengunjung yang ingin mandi di sumber mata air, diwajibkan untuk berganti pakaian dengan kain yang sudah disediakan.
Perempuan yang sedang menstruasi tidak diperkenankan masuk. Ada juga aturan untuk mengikat rambut, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Pihak pengurus pura menyediakan karet untuk mempermudah pengunjung merapikan rambutnya.
Selanjutnya pengunjung yang ingin melukat di mata air suci ini dianjurkan untuk bersuci di pancuran secara berurutan. Setiap pancuran dipercaya mendatangkan kebaikan yang berbeda-beda.
Baca juga: Pura Uluwatu, Keindahan Pura di Atas Tebing Menjulang Tinggi