1001indonesia.net – Masyarakat Suku Sasak di Lombok memiliki tradisi membaca sastra Jawa Kuno yang tertulis dalam lontar yang disebut pepaosan. Tradisi serupa juga dikenal di masyarakat Bali dengan sebutan mabasan, di masyarakat Jawa dengan macapatan, dan di Madura dengan istilah mamaca.
Masyarakat Sasak melaksanakannya pada peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupannya, seperti kelahiran, potong rambut bayi, khitanan, pernikahan, hingga acara kematian. Naskah lontar yang akan dibaca disesuaikan dengan acara yang berlangsung.
Biasanya akan tampil empat orang laki-laki dalam pakaian adat Jawa dalam tradisi pembacaan naskah kuno ini. Keempat orang itu terdiri atas seorang pemaos (penembang) yang membaca lontar beraksara Sasak berbahasa Jawa, seorang pujangga (penerjemah), dan dua orang pendukung. Penampilan mereka dilengkapi dengan sesajen yang ditempatkan dalam sebuah wadah khusus dari kuningan.
Tulisan lontar dengan menggunakan huruf Jawa kuno itu sudah mendarah daging bagi sebagian masyarakat tradisional Lombok. Lontar yang ditulis pada potongan daun ini merupakan warisan nenek moyang yang sangat mereka hargai.
Pepaosan biasanya dimulai pada malam hari dan berakhir pada pagi hari berikutnya dan dibaca di atas berugak (bale-bale).
Dalam Pepaosan biasanya diceritakan kisah-kisah perjalanan dan kehidupan para Nabi beserta sahabatnya seperti hikayat Nabi, kisah Nabi Yusuf, hikayat Ali Hanafiah, hikayat Qamaruzzaman, hikayat Siti Zubaidah, hikayat Saer Kubur, hikayat Nabi Haparas, dan hikayat Bulan Belah.
Naskah-naskah tersebut dibaca dengan suara yang mengalun merdu menambah kesakralan dan kekkhusyukan acara ini. Sayangnya, saat ini keberadaan pemaos semakin berkurang. Ini disebabkan kurangnya minat kalangan muda untuk meneruskan tradisi ini.