1001indonesia.net – Seperti setiap maestro, Ni Ketut Arini, yang kesohor dengan Tari Legong Keraton, bukan hanya penari dalam arti “performer” (penampil) melainkan juga komposer, pencipta seni tinggi, serta pembangun filosofi.
Tari Legong Keraton adalah peletak seni tinggi dari hampir seluruh ekspresi seni dalam peradaban Bali. Unsur-unsur gerak menjadi fondasi bagi tari-tari yang hadir belakangan, termasuk tari kreasi. Ni Ketut Arini menguasai enam dari 14 gaya tari legong klasik, yaitu legong pelayon, lasem, kuntul, kuntir, jobog, dan semarandhana.
Dalam perjalanan karyanya, ia juga menjadi maestro tari condong yang mengangkat kisah pembantu atau abdi raja yang memainkan peran amat penting sebagai sumber informasi tentang riwayat sang raja sendiri seperti tercermin dari karakter-karakter punakawan, Trijata (yang menemani Sinta, dan yang mampu menahan Rahwana), atau Togog-Mbilung yang menyertai tokoh-tokoh jahat.
Tari condong menempati tempat yang penting dalam pelakonan mengingat konteks di atas. Ni Ketut Arini dipandang sebagai maestro tari condong, selain juga pada gambuh (drama tari dengan dialog), arja (drama dengan nyanyian), dan legong.
Dalam posisi sedemikian, tidaklah mengherankan jika Ni Ketut Arini, yang menimba ilmu tari dari I Wayan Rindi (paman), I Nyoman Kaler, Pak Kakul, Pak Mario, Biang Sengok, Pak Lokasabha, terkenal gigih memperkenalkan tari klasik serta menumbuhkembangkan maestro-maestro baru. Hal ini tidaklah mudah mengingat tari klasik mempunyai latar teknik amat tinggi, yang memerlukan latihan dan penampilan bertahun-tahun, sekaligus mendorong orang untuk memahami filosofi tari tersebut.
Kegigihannya tampak dari peran Ni Ketut Arini dalam pengembangan tari melalui sanggar, banjar, kerja sama dengan para penari lain, dan interaksi dengan dunia akademik. Juga dari usahanya untuk membawa tari klasik Bali ke dunia internasional yang sudah ia lakoni sejak 1965-an.
