1001indonesia.net – Semakin dekat dengan hari raya, suasana mudik semakin terasa. Kemacetan panjang di jalur TOL tak menyurutkan niat para pemudik. Apalagi setelah dua tahun tak bisa pulang kampung di hari raya akibat pandemi COVID-19.
Mudik memiliki arti penting bagi masyarakat Indonesia. Ibarat rumah yang selalu memanggil di mana pun kita berada. Mudik merupakan cara kita untuk kembali pada kehangatan masa kecil kita bersama keluarga dan teman-teman. Mengingatkan kita pada keceriaan di kala kita belum dibebani oleh tanggung jawab kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga.
Mudik juga merupakan cara kita untuk menjangkarkan kembali akar primordial kita. Menjadi sarana untuk menelusuri lagi asal-usul keberadaan kita di dunia. Itu sebabnya, ketika mudik, mengunjungi para sepuh yang masih hidup di keluarga besar kita, dan menziarahi makam para leluhur, menjadi hal yang penting dilakukan.
Selain itu, mudik menegaskan bahwa kehadiran tubuh dan ekspresi langsung sangat penting dalam hubungan antarmanusia. Berkembangnya berbagai teknologi komunikasi yang memungkinkan manusia berhubungan satu sama lain dengan mudah dan tanpa dibatasi ruang dan waktu ternyata tak bisa menggantikan peristiwa perjumpaan wajah.
Perjumpaan langsung merupakan bentuk komunikasi yang paling dasar dan paling sempurna dalam menjalin kedekatan karena memungkinkan kita merasa intim dengan sesama. Inilah bentuk komunikasi yang paling memungkinkan manusia untuk merasa diterima oleh sesamanya.
Kebutuhan untuk diterima oleh sesama manusia semakin dirasakan saat ini, terutama di tengah perkembangan zaman yang sering kali justru membuat manusia merasa terasing dari kehidupan bersama.
Ironis memang, kemajuan teknologi yang memudahkan manusia berkomunikasi dengan manusia lain di belahan dunia mana pun, justru menciptakan keterasingan antara manusia yang satu dengan yang lain.
Seperti yang diungkapkan Deddy Mulyana (Kompas 28/4/2022), teknologi memungkinkan manusia untuk berkomunikasi sambil menjaga jarak. Dengan media sosial, manusia cenderung untuk menciptakan subkulturnya sendiri dan menjaga jarak dengan budaya dan subkultur lain.
Akibatnya, manusia tidak lagi terbiasa dengan dinamika hubungan antarmanusia. Hal ini kemudian menyurutkan kemampuan kita untuk menciptakan hubungan yang intim, hangat, dan sehat dengan sesama manusia yang lain. Manusia menjadi terasing dalam cangkang yang ia ciptakan sendiri.
Menghadapi hal di atas, mudik bisa menjadi salah satu cara dalam memperbaiki kemampuan kita berkomunikasi dengan sesama manusia.
Saat kita berkumpul bersama keluarga, bertemu dengan kerabat yang tinggal di kampung maupun yang telah merantau, dan bersua dengan para sahabat setelah lama tak berjumpa, kita akan kembali ke bentuk komunikasi yang paling dasariah melalui perjumpaan wajah.
Saat itulah, kita akan keluar dari cangkang yang selama ini membuat kita terasing untuk menemukan kembali kehangatan dan keintiman bersama yang lain.
Baca juga: Merantau, Tradisi Pemuda Minang Meninggalkan Kampung Halaman