Mengenal Seni Lukis Klasik Wayang Kamasan Bali

6132
Wayang Kamasan
Foto: Lintasbali.com

1001insonesia.net – Seni lukis klasik wayang kamasan berkembang di Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung, Bali. Seni lukis klasik ini sudah ada sejak abad ke-14 dan mencapai puncak keemasannya ketika Kerajaan Gelgel diperintah oleh Dalem Waturenggong pada pertengahan abad ke-16.

Sejarah

Menurut I Nyoman Nirma, dari abad ke-14 hingga abad ke-18, pulau Bali dikuasai para Dalem, raja-raja keturunan Sri Kresna Kepakisan dari Kerajaan Majapahit.

Selama Dinasti Kepakisan memegang tampuk kerajaan, Bali mengalami masa kejayaan. Kekuasaan raja Bali zaman itu pernah meliputi pesisir Jawa Timur, Lombok, bahkan sampai Sumbawa.

Salah satu Dalem yang paling dikenal adalah Sri Waturenggong, cucu Sri Kresna Kepakisan. Pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong inilah seni budaya di Bali mengalami masa pencerahan karena sang raja juga penggemar seni budaya.

Pada pemerintahan Dalem Waturenggong, pusat pemerintahan yang semula berada di Samprangan dipindahkan ke Desa Gelgel, yang dikenal sebagai Puri Suwecapura dengan Istana Karunia. Dari tempat ini, Dalem Waturenggong menata urusan pemerintahan dan keamanan negara.

Pada saat yang sama, Desa Kamasan yang terletak di sebelah utara Gelgel ditatanya sebagai salah satu pusat kerajaan yang khusus mengurus seni budaya, pendidikan, dan keagamaan.

Sejak saat itu, seni-budaya berkembang pesat di Desa Kamasan, salah satunya adalah seni lukis wayang purwa yang kini kita kenal sebagai lukisan klasik wayang.

Diambil dari cerita pewayangan

Lukisan klasik wayang kamasan memiliki kekhasan motif, yang membuatnya berbeda dengan gaya lukisan lainnya di Pulau Bali, bahkan di dunia. Lukisan klasik ini memiliki struktur atau susunan yang harmonis antara bentuk dan isi. Karakternya yang unik inilah yang membuat lukisan klasik ini digemari oleh para pecinta seni.

Umumnya lukisan ini mengambil tema-tema pewayangan dari Ramayana, Mahabhrata, cerita Tantri, maupun cerita yang diambil dari Kitab Sutasoma. Seiring waktu, kisah dalam lukisan wayang kamasan semakin berkembang.

Selain motif, kekuatan dari lukisan klasik wayang kamasan juga terletak pada cerita. Itu sebabnya, pelukis wayang kamasan harus memahami cerita yang akan ditampilkan dalam lukisan.

Di masa lalu, panjang lukisan bisa mencapai beberapa meter karena pelukisnya secara detail menggambarkan alur cerita dengan tokoh yang berbeda-beda.

Menggunakan pewarna alami

Hal lain yang masih dipertahankan dalam pembuatan lukisan ini adalah penggunaan pewarna alami. Para pelukis biasanya memanfaatkan pewarnaan dari batu pere (gamping), yang menghasilkan warna kuning kecokelatan khas lukisan Kamasan.

Sedangkan warna hitam berasal dari jelaga lampu minyak, dan putih dari tulang babi atau tanduk rusa yang dihancurkan menjadi bubuk.

Adapun bahan kanvas yang digunakan adalah kain kasar. Sebelum digunakan, kain dicelup dalam bubuk bubur beras dan dijemur di bawah sinar matahari guna menutup dan meratakan permukaannya. Setelah kering, permukaannya digosok agar lebih halus.

Bertahan hingga kini

Sampai saat ini keterampilan melukis wayang kamasan masih terpelihara. Regenerasi para pelukis wayang kamasan bisa dikatakan sangat berhasil. Sedari kecil, anak-anak di Desa Kamasan dilatih untuk melukis. Apalagi, sebagian besar warga di Desa Kamasan adalah seorang pelukis.

Sebagian besar warga di Desa Kamasan masih menekuni seni lukis klasik wayang kamasan. Tidak hanya laki-laki, banyak juga perempuan yang menekuni seni lukis klasik wayang kamasan. Baik yang sudah menjadi ahli, remaja, sampai anak-anak.

Baca juga: Wayang Beber, Wayang Nusantara yang Hampir Punah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

four × 4 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.