Mbolo Weki, Tradisi Bermusyawarah Suku Mbojo

Syauqy Robanny, Muhammad Nazri, A. Nurfuadi, M. Irfan Ali S.

4138
Mbolo Weki
Ilustrasi tradisi Mbolo dalam masyarakat Mbojo (Sumber: Muhammad Yunus A/bimabagus.com)

Suku Bima atau Mbojo memiliki tradisi musyawarah yang dikenal dengan nama Mbolo Weki. Tradisi yang berkaitan dengan persiapan acara penting suatu keluarga ini mencerminkan kuatnya rasa kebersamaan yang dimiliki masyarakat Suku Bima.

1001indonesia.net – Mbojo ialah suku awal yang mendiami pulau Sumbawa bagian Timur. Saat ini, secara kawasan itu terbagi menjadi tiga daerah administratif, yaitu Kota Bima, Kabupaten Bima, dan Kabupaten Dompu.

Istilah Mbojo merupakan istilah setempat untuk menyebut “Bima”. Pun begitu sebaliknya, istilah Bima digunakan untuk menyebut Mbojo dalam bahasa Indonesia. Istilah Mbojo juga biasa digunakan untuk menyebut suku asli Bima (Suku Mbojo) atau dou Mbojo (orang Bima).

Masyarakat Mbojo memiliki berbagai macam tradisi yang masih dilestarikan sampai sekarang, salah satunya ialah Mbolo Weki. Dari bahasa Bima, mbolo berarti lingkar atau melingkar, sedangkan weki dapat berarti masa, kumpulan, kerumunan, atau sekelompok. 

Mbolo Weki adalah acara musyawarah mufakat yang biasanya diselenggarakan untuk mempersiapkan suatu acara juga pesta dari sebuah keluarga, seperti pernikahan, khitanan, ataupun tahlil/doa pasca meninggalnya anggota keluarga. 

Mbolo Weki biasanya dihadiri oleh perwakilan dari seluruh keluarga besar, kerabat, juga tetangga sekitar. Hal-hal yang biasanya dimusyawarahkan dalam Mbolo Weki antara lain penentuan hari baik, pembagian tugas (kepanitiaan acara), mendata segala kebutuhan dan keperluan acara, serta menyepakati apa-apa yang akan dilaksanakan selama berlangsungnya acara tersebut.

Orang-orang yang datang (weki) biasanya langsung memosisikan diri untuk duduk membentuk lingkaran (mbolo).

Kaum laki-laki duduk melingkar di ruang tamu atau ruang utama yang lebih luas. Mereka akan bermusyawarah perihal keperluan yang berbentuk fisik, seperti tempat penyelenggaraan acara, panggung hiburan, seragam, dan sebagainya.

Sementara kaum perempuan/ibu-ibu berada di dapur atau ruangan yang terpisah dari kaum laki-laki. Para ibu akan membicarakan beberapa hal, seperti anggaran, konsumsi, peralatan masak, tata rias, dan apa-apa saja yang harus dibelanjakan.

Salah satu hal unik dalam Mbolo Weki adalah keluarga yang menyelenggarakan acara tidak akan menanggung sendiri beban material penyelenggaraan acara tersebut.

Orang-orang yang hadir akan turut memberi sumbangsih sesuai kapasitas dan kemampuan. Apa yang diberikan bisa bermacam-macam, bisa berupa uang tunai, hewan ternak, padi/beras, hasil kebun, dan lain sebagainya.

Tradisi musyawarah yang sudah turun-temurun ini dapat mempererat tali silaturahmi dan rasa kebersamaan karena dalam menyelenggarakan sebuah acara keluarga tertentu, beban juga dipikul secara bersama-sama oleh kerabat dan para tetangga.

Diperkirakan tradisi mbolo atau bermusyawarah menguat selama proses Islamisasi yang beririsan dengan basis kehidupan masyarakat Mbojo. Masuknya Islam membuat masyarakat Bima menjunjung tinggi tradisi musyawarah dengan berpedoman pada nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

14 − thirteen =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.