Masjid Ad-Darojat Babadan, Salah Satu Masjid Patok Negara di Yogyakarta

1860
Masjid Ad-Darojat
Foto: wikimapia.org

1001indonesia.net – Masjid Ad-Darojat adalah salah satu dari empat masjid patok negara di Yogyakarta. Bangunan ini dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I atas nasihat Kiai Haji Nur Iman di Mlangi.

Masjid yang terletak di Dusun Babadan Kauman, Kelurahan Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul tersebut dibangun tahun 1774 di atas tanah Magersari seluas 120 meter persegi. Selain sebagai tempat ibadah, awalnya masjid ini digunakan sebagai tempat interaksi di kalangan para pejuang dan alim ulama dalam upaya melawan penjajah Belanda.

Saat ini, bangunan ini termasuk dalam situs cagar budaya bersejarah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan merupakan salah satu dari 4 masjid patok negara di Kota Yogya.

Di masa penjajahan Jepang tahun 1940, masjid dan masyarakat sekitar Babadan dipindah ke Kentungan, Jalan Kaliurang, karena wilayah tersebut dijadikan gudang mesiu. Masyarakat Babadan yang pindah ke wilayah Babadan Baru kemudian membangun masjid yang kemudian dinamai Masjid Sultan Agung.

Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II, seluruh personel dan tentaranya pergi. Sekitar tahun 1950-an mulai banyak masyarakat yang datang ke kampung Babadan dan akhirnya menetap di sana. Namun, kondisi masjid patok negara di Babadan tidak terurus. Pada saat itu, bangunan masjid tinggal pondasinya saja, dan dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk menjemur padi.

Pada 1960-an, salah seorang warga Babadan bernama Muthohar mempunyai niat untuk membangun kembali masjid peninggalan Sultan Hamengkubuwono I tersebut.  Sultan Hamengkubuwono IX kemudian membantu pembangunan kembali masjid patok negara tersebut. Nama masjid ini kemudian diambil dari nama kecil Kanjeng Sultan, yaitu Darajatun.

Meskipun Masjid Ad-Darojat dibangun ulang jauh setelah masa pembangunan masjid aslinya, tetapi bentuk khas sebagai masjid keraton masih tetap dipertahankan. Arsitekturnya sama persis dengan tiga masjid patok negara lainnya.

Kesamaan bentuk masjid tersebut terlihat hampir di semua bagian. Bangunan ruang utama masjid menggunakan konstruksi joglo dengan empat soko guru. Terdapat pawestren (tempat sholat untuk kaum putri) di sampingnya.

Serambi masjid menggunakan konstruksi bentuk limasan. Kolam sebagai tempat bersuci sebelum memasuki masjid terletak di sebelah timur masjid. Di depan masjid terdapat pohon kepel (Stelechocarpus burahol). Pohon kepel merupakan flora identitas Daerah Istimewa Yogyakarta.

Baca juga: Rumah Adat Jawa (Rumah Kampung, Limasan, dan Joglo)

Aslinya, mustaka masjid terbuat dari tembikar, tetapi karena gempa kini diganti dengan kuningan. Di belakang masjid terdapat pemakaman umum, termasuk makam Ustaz Muthohar, abdi dalem keraton yang mengusulkan pembangunan kembali masjid ini dan merawat tempat ini hingga akhir hayatnya.

Masjid Ad-Darojat cukup ramai setiap harinya karena berada di tengah pemukiman. Letaknya tak jauh dari pangkalan udara TNI AU. Setiap hari Jumat selalu dipadati jemaah, apalagi pada bulan Ramadhan dan hari besar umat Islam.

Masjid ini kini sudah diserahkan oleh keraton Yogyakarta kepada masyarakat sekitar Babadan. Pada serambi masjid dan mimbar imam masih melekat lambang keraton Yogyakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

one × 3 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.