Kirun, Perjuangan Menghidupi Kesenian Tradisional

6178
Kirun, Perjuangan Menghidupi Kesenian Tradisional
Foto: kampunglucu.com

1001indonesia.net – Dalam dunia kesenian tradisional Jawa Timur, nama Kirun atau Cak Kirun sudah tidak asing lagi. Sudah lebih dari 40 tahun, seniman yang dianugerahi gelar Kanjeng Aryo Tumenggung Lebda Wiguna oleh Keraton Kasunanan Surakarta ini berkiprah di pentas ludruk, ketoprak, dan wayang orang.

Selain mendapat pengakuan dari pihak keraton, kiprah Kirun juga diakui lembaga akademis. Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta pada pertengahan Juli 2017 memberi gelar kepadanya sebagai Empu Paripurna di bidang teater. Di kampus ini, Kirun kini mengajar sebagai dosen luar biasa untuk teater tradisi, suatu bidang yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya.

Seperti yang dilansir Kompas (30/9/2017), pria yang benama lengkap H.M. Syakirun ini memang orang panggung tulen. Ia telah terlibat dalam kesenian sejak sekolah dasar sebagai penari. Namun, sebagai anak yatim piatu, ia dilarang menjadi seniman karena dianggap tidak bisa dijadikan penghidupan. Oleh kakaknya, ia difasilitasi mengolah usaha toko. Namun, ia tinggalkan toko tersebut. Ia lebih memilih kesenian panggung.

Pada 1976-77, ia bergabung dengan ludruk Putra Budaya. Sejak itulah ia belajar seni pertunjukan langsung dari apa yang ia sebut sebagai “universitas tobong”. Tobong adalah panggung seni pertunjukan rakyat.

Ludruk, seni pertunjukan yang tumbuh di Jawa Timur, menjadi bagian dari perjuangan Kirun. Ia sadar bahwa perubahan zaman telah meminggirkan tobong atau panggung keliling seni pertunjukan. Dengan adanya TV di rumah, orang malas keluar rumah untuk menonton ludruk.

Namun, melalui TV pula nama Kirun akhirnya dikenal banyak orang. Pada 1985, bersama Bagio dan Koliq, ia mendirikan Kirun CS. Kelompok ini kemudian mengisi salah satu program di TVRI berjudul “Depot Jamu Kirun”, pertama kali ditayangkan tanggal 1 Mei 1993 oleh TVRI Surabaya. Kirun CS menjadi sangat populer di kalangan masyarakat Jawa Timur.

Setelah kepergian Bagio dan Kholik, Kirun kemudian mengganti nama sanggar seninya menjadi Padepokan Seni Kirun (PadSKi) pada 2009. Sampai sekarang padepokan seni ini masih aktif merawat seni tradisi, terutama seni ludruk.

Kirun merasakan kehidupan kesenian tradisional di Indonesia tidak mudah. Seniman harus berjuang sendiri menghadapi kesenian modern dari luar yang lebih banyak digemari anak-anak muda saat ini. Di sisi lain, mereka juga harus menghidupi keluarga. Ini berbeda dengan di banyak negara lain yang pemerintahnya mendukung secara penuh upaya untuk melakukan pelestarian dan pengembangan kesenian tradisionalnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

eighteen − four =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.