1001indonesia.net – Nusantara bersifat kosmopolitan sejak dulu. Orang-orang dari berbagai ras, suku, dan agama membaur di kepulauan ini, membuat kepulauan ini menjadi tamansari peradaban. Semua peradaban besar dunia ada di Indonesia. Terbiasa akan perbedaan, berkembanglah kemampuan untuk mengelola keberagaman dalam masyarakat Nusantara.
Ramainya Nusantara oleh orang-orang dari segenap penjuru dunia dikarenakan posisinya yang strategis. Letaknya yang berada di antara dua benua dan dua samudra, membuat Nusantara menjadi persimpangan jalur perdagangan laut dunia. Tak heran, Nusantara didatangi oleh orang-orang dari beragam bangsa di dunia.
Tapi tahukah Anda bahwa masyarakat Nusantara bukanlah bangsa yang pasif dalam perdagangan itu. Sejak awal dimulainya perniagaan dunia, masyarakat Nusantara sudah aktif dalam kegiatan tersebut. Rekaman sejarah mencatat bagaimana pelaut Nusantara mengarungi samudera, berlayar hingga ke Madagaskar di benua Afrika sebelah timur.
Baca juga: Jejak Budaya Nusantara di Pulau Madagaskar, Afrika
Ini berarti, kemampuan untuk menerima perbedaan, untuk menjumpai hal-hal yang baru,
merupakan bagian dari sejarah bangsa kita. Bahkan ketika budaya-budaya besar dunia datang dan memengaruhi cara berpikir bangsa kita, masyarakat Nusantara tidak hanya menjadi penerima pasif.
Bangsa kita memiliki kemampuan untuk menyerap apa yang datang dan kemudian mengolahnya dan memadu-padankan dengan apa yang sudah ada sehingga lahirlah budaya baru yang lebih kaya dan lebih sesuai dengan masyarakat setempat.
Kemampuan untuk mengelola keberagaman hanya bisa dimiliki bangsa kita karena kita tidak hanya mengakui adanya perbedaan, tapi merayakan kebinekaan itu sebagai sesuatu yang bermanfaat. Beragam budaya yang hadir di Nusantara ibarat bahan mentah. Kita tidak hanya cukup hanya menerimanya secara pasif, melainkan merengkuhnya untuk kemudian diolah menjadi sesuatu yang lebih baik.
Dan ini yang menyebabkan bangsa kita dikenal dengan kemampuan artistiknya yang mendunia. Dengan kemampuan mengelola keberagaman, kita tidak pernah memiliki masalah dengan perbedaan. Semangat ini yang kemudian ditangkap oleh para pendiri bangsa kita yang kemudian diungkapkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan tersebut bermakna meskipun Indonesia berbineka, tetapi terintegrasi sebagai satu-kesatuan.
Di balik ungkapan tersebut terdapat pengakuan adanya keberagaman yang perlu dirawat sehingga menjadi sumber kekuatan bagi bangsa Indonesia. Persatuan yang diupayakan
bukanlah kesatuan dalam keseragaman, tetapi kesatuan yang terdiri atas beragam unsur berbeda yang saling menopang dan melengkapi.
Kemampuan mengelola keberagaman merupakan kunci kebesaran Indonesia, baik di masa lalu, masa kini, maupun di masa depan. Di masa silam, keberhasilan Hayam Wuruk yang beragama Hindu dan Gajah Mada yang beragama Buddha, dalam mengelola keragaman di Kerajaan Majapahit, menjadi faktor penting yang mengantarkan kerajaan itu mencapai puncak kejayaan.
Kesadaran terhadap keberagaman ini juga yang melahirkan kesepakatan di antara founding fathers untuk menerima Pancasila sebagai dasar dari negara yang mereka dirikan sehingga Indonesia mampu bertahan hingga saat ini. Kemampuan untuk mengelola keberagaman ini perlu terus kita rawat dan kembangkan jika kita ingin bangsa ini tetap lestari.