Kain Cual, Kekayaan Wastra dari Bangka Belitung

807
Kain Cual
Magdalena saat menenun kain cual di rumah kediamannya di Gang Sukun, Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Minggu (16/1/2022). (Foto: lintasbabel.id / Rizki Ramadhani)

1001indonesia.net – Kain cual adalah kain tenun tradisional Kepulauan Bangka Belitung yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional pada 2015. Kain tradisional ini merupakan paduan dari songket dan tenun ikat. Dahulu wastra kebanggaan masyarakat Bangka ini dikenal dengan nama Limar Muntok.

Kain tenun cual memiliki berbagai motif yang unik. Beberapa motifnya ada yang dibuat dengan menggunakan benang sutra, bahkan ada yang dibuat dengan benang emas 18 karat. Motif-motif yang digunakan pada kain kebanggaan masyarakat Muntok ini antara lain Kembang Gajah, Bunga Cina, Naga Bertarung, dan Burung Hong.

Awalnya, cual berarti kain celupan awal saat akan diwarnai. Dengan kata lain, kain cual merupakan sebutan untuk sutra putih atau mori putih yang sedang dalam proses. Namun, seiring waktu, maknanya bergeser. Saat ini, masyarakat Bangka Belitung menyebut kain tenun cual sebagai kain khas daerah yang siap dipakai.

“Dahulu, kehalusan kain, tingkat kerumitan motif, dan warna pada cual Mentok mengandung filosofi hidup sebagai perjalanan hidup sang pembuat tenun,” ungkap pemerhati budaya Muntok, Bangka Barat, Bambang Haryo Suseno.

Menenun cual merupakan salah satu aktivitas kaum perempuan bangsawan Mentok, keturunan Ence` Wan Abdul Haiyat yang tinggal di Kampung Petenon, pada abad ke-18. Saat itu, kain tenun cual merupakan simbol identitas sosial di lingkungan para bangsawan Muntok.

Baca juga: Songket Palembang, Indahnya Wastra dari Bumi Sriwijaya

Kain tenun cual terkenal karena tekstur kain yang halus, warna benang tidak berubah, dan ragam motif seperti timbul jika dilihat dari kejauhan. Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, kain tenun ini dahulu dikenal luas dan bahkan diperjualbelikan hingga luar Bangka, seperti Palembang, Belitung, Pontianak, Singapura, dan tanah Melayu lainnya.

Setelah dikenal luas dan dipasarkan hingga keluar Pulau Bangka, kejayaan kain tenun cual surut saat terjadi Perang Dunia I yang terjadi tahun 1914-1918. Perang besar yang melanda Eropa itu menyebabkan terputusnya pasokan bahan baku.

Keadaan itu diperparah dengan masuknya tekstil China sehingga aktivitas pembuat tenun cual terhenti. Dimulainya pendudukan Jepang pada 1942 juga menjadi sebab terhentinya produksi kain ini.

Baru pada 1990, tenun cual kembali dibangkitkan, diawali oleh sebuah kejadian yang tak terduga. Seorang pemandi jenazah bernama Nazib Isya menemukan cual tua sebagai penutup keranda ketika dia hendak menutup keranda salah seorang jenazah.

Dari penemuan tersebut, seorang tokoh budaya setempat bernama Mukhtar Adjmain berinisiatif untuk menghidupkan kembali kain tenun cual ini.

Salah satu yang mengembangkan kain tenun tradisional ini adalah kelompok penenun cual Bunda Cempaka yang diprakarsai Magdalena. Usaha kerajinannya telah dirintis sejak 1992 dan bertahan hingga sekarang. Kain buatan Magdalena bahkan sudah menembus pasar Malaysia dan Singapura.

Baca juga: Tenun Ikat Sumba, Sebuah Mahakarya Wastra Nusantara

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

five + six =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.