Hudoq, Tarian Sakral dari Suku Dayak

3268
Hudoq, Tarian Sakral dari Suku Dayak
Foto: negerikuindonesia.com

1001indonesia.net – Hudoq merupakan sebuah tari upacara yang dilakukan oleh suku Dayak Bahau dan Modang di Kalimantan Timur sebagai ungkapan rasa syukur atas berlimpahnya hasil panen, sebagai doa agar musim tanam padi berikutnya berjalan dengan lancar, dan sebagai upacara ngugu tahun (bersih desa).

Upacara tradisional hudoq merupakan upacara persembahan kepada para dewa pelindung padi dan kepada Po’ Matau, sebutan masyarakat Dayak untuk Sang Pencipta alam semesta. Para penari berlaku sebagai perantara yang bertugas menyampaikan doa untuk memperoleh panen melimpah dan kesejahteraan bagi warga desa, serta mengucap syukur atas hasil panen yang diperoleh.

Upacara ini dilaksanakan setahun sekali, biasanya setiap selesai musim panen dan awal musim penanaman padi, sekitar bulan September-Oktober.

Topeng Hudoq

Penari hudoq Bahau dan Modang memakai topeng kayu berukir, gabungan antara citra tanaman hama dan satwa-satwa berbahaya. Seluruh tubuh penari tertutup busana yang terbuat dari kulit pohon. Busana tersebut dihiasi rumbai daun pisang, bisa juga daun pinang atau kelapa. Busana dilengkapi topi berbulu dan tongkat kayu yang dipegang di tangan kanan.

Musik pengiring berupa gong dan tubun, yaitu sebuah gendang kecil yang dapat digenggam, dilapis besisi (kulit kadal) pada salah satu sisinya dan diikat kuat dengan rotan.

Tarian hudoq biasanya dilakukan oleh 11 atau 13 penari, masing-masing memakai topeng berbeda. Tarian digelar di lapangan luas dan terbuka. Para penonton mengelilingi arena pertunjukan.

Penggunaan topeng dan kostum dengan iringan tetabuhan membuat kesenian hudoq ini masuk dalam kesenian barongan.

Gerakan Tarian 

Gerakan tangan dan kaki mendominasi tari hudoq. Badan tegak berputar perlahan di setiap langkah. Tangan berayun ke atas setingggi bahu, lalu diangkat setinggi-tingginya, kemudian dijatuhkan menepuk paha.

Gerakan kaki berupa hentakan. Lutut perlahan ditekuk, kaki terangkat hingga 30 sampai 40 cm, kemudian dihentak kuat ke bawah untuk menghasilkan suara keras. Saat mengambil langkah, kaki yang terangkat menyilang di atas kaki tumpuan sehingga badan terayun ke kiri dan ke kanan.

Gerakan kepala tidak teratur, hanya berupa gerakan mengangguk. Jika topeng memiliki mulut yang bisa bergerak, setiap kepala tertunduk mulut topeng akan tertutup dengan bunyi meletik.

Para penari bergerak dalam lingkaran yang bergerak dari satu sudut arena ke sudut arena lain sampai empat sudut tersentuh. Kembali ke tengah arena, mereka duduk bersila dalam baris panjang untuk pemanggilan roh, kepala mengangguk-angguk, siap menerima roh yang akan merasuk. Saat hal tersebut terjadi, mereka berdiri, tubuh bergetar tanda kesurupan.

Kemudian mereka kembali menari seperti semula. Akhirnya, mereka kembali ke tengah, badan bergetar lagi, dan mereka pun duduk. Saat itu, roh-roh telah meninggalkan tubuh mereka.

Pelaksanaan Upacara

Ritual dipimpin oleh para pawang. Saat upacara dimulai, seorang pawang akan mengumumkan tujuan upacara, diikuti permohonan agar para roh memasuki tubuh penari. Sesaji dipersiapkan, sementara pawang mengucapkan (bememang) mantra upacara di hadapan penari hudoq yang telah berbusana lengkap.

Sebelas penari duduk berbaris di tengah arena. Pawang menaburkan beras kuning ke kepala para penari sebagai tanda upacara dimulai. Satu demi satu para penari berdiri dan berjalan pelan sesuai tempo musik, bergerak ke dalam lingkaran, tangan melambai, badan berayun, kaki menghentak, kemudian kembali ke tengah lingkaran di mana para roh merasuk, dan mereka kembali menari.

Saat roh-roh sudah merasuki para penari, pawang menyampaikan pesan kepada roh melalui pembacaan mantra suci yang panjang. Roh-roh diminta untuk menjaga tanaman, menjauhkan hama yang membahayakan, dan melindungi penduduk desa.

Ketika mantra selesai dibacakan, pawang mendekati para penari dan mengimbau para roh agar kembali ke asal masing-masing di hutan, gunung, empat penjuru angin, gua, dan tempat lainnya. Para penari kembali ke tengah arena dan disadarkan kembali oleh pawang. Setelah melepas topeng dan busana, mereka bergabung dengan penonton. Upacara pun berakhir.

Pada skenario lain, upacara selesai ketika dua penari bertopeng manusia (hudoq punan) tiba-tiba muncul dan memburu kesebelas penari ke luar desa, diikuti para hadirin.

Ada yang berpendapat, ketiga belas penari itu mewakili 13 dewa pelindung tanaman padi, yang disebut Hunyang Tenangan. Sementara ketiga belas topeng hudoq mewakili 13 hama yang merusak tanaman.

Upacara dapat berlangsung satu jam sampai satu hari. Selain ritual hudoq tahunan yang diselenggarakan di masing-masing desa, setiap lima tahun sekali diadakan ritual hudoq besar yang dilaksanakan oleh beberapa desa secara bersama. Saat ini, hudoq juga sudah dipertunjukkan sebagai pagelaran budaya.

Baca juga: Hudoq Kita’, Tarian Sakral Menyambut Perputaran Musim Tanam

*) Tulisan bersumber pada Deddy Luthan, “Hudoq”, dalam Edi Sedyawati, Indonesia Heritage: Seni Pertunjukan, Jakarta: Buku Antar Bangsa, 2002, dilengkapi dari sumber-sumber lain.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

two × five =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.