Gordang Sembilan, Alat Musik Tradisional Mandailing yang Melegenda

1921
Gordang Sembilan
Foto: pariwisataindonesia.id

1001indonesia.net – Gordang Sembilan adalah alat musik asli milik masyarakat Mandailing Natal, Sumatera Utara. Sesuai dengan namanya, alat musik tradisional ini terdiri dari sembilan buah gendang dengan ukuran besar dan panjang.

Ukuran kesembilan gendang tersebut berbeda. Dengan variasi ukuran tersebut, masing-masing gendang menghasilkan nada yang berbeda. Alat musik ini terbilang sangat unik dan melegenda karena dapat menghasilkan alunan musik yang merdu dan indah.

Belum diketahui dengan pasti asal mula jumlah sembilan pada alat musik ini. Ada yang berpendapat, jumlah gendang disesuaikan dengan jumlah raja yang berkuasa di Mandailing Natal pada saat diciptakannya musik ini, yaitu Nasution, Pulungan, Rangkuti, Hasibuan, Lubis, Matondang, Parinduri, Daulay, dan Batubara.

Pendapat lain mengatakan bahwa jumlah gendang tersebut disesuaikan dengan jumlah pemainnya pada masa itu yang terdiri dari raja, naposo bulung (kaum muda), anak boru, dan kahanggi.

Menurut cerita turun-temurun, Gordang Sambilan sudah dikenalkan sejak tahun 1575 oleh Raja Sibaroar. Di masa silam, Gordang Sambilan merupakan musik adat yang sakral dan sangat penting bagi masyarakat Mandailing Natal. Alat musik ini memiliki peran penting dalam beragam upacara adat masyarakat Mandailing Natal.

Alat musik ini biasa digunakan untuk keperluan upacara adat memanggil roh nenek moyang (Paturuan Sibaso). Pemanggilan roh nenek moyang dilakukan untuk dimintai pertolongan ketika masyarakat mengalami kesulitan, misalnya ketika merebaknya wabah penyakit.

Selain itu, Gordang Sambilan juga digunakan untuk upacara meminta hujan (Mangido Udan) ataupun untuk menghentikan hujan yang telah berlangsung secara terus-menerus yang bisa mengakibatkan banjir yang merusak.

Gordang Sambilan ini biasanya digunakan saat upacara perkawinan (Orja Godang Markaroan Boru) dan upacara kematian (Orja Mambulungi). Jika seseorang ingin memakai alat musik ini untuk kepentingan pribadi, maka ia harus terlebih dahulu mendapat izin dari pemimpin tradisional, yaitu Namora Natoras dan Raja sebagai kepala pemerintahan.

Proses permohonan izin ini melalui forum musyawarah adat yang disebut Markobar Adat. Forum musyawarah tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh Namora Natoras dan Raja beserta pihak yang akan menyelenggarakan upacara.

Selain harus mendapat izin dari Namora Natoras dan Raja, ada persyaratan lain yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan Gordang Sambilan dalam upacara perkawinan dan upacara kematian (Orja Mambulungi). Penyelenggara upacara harus menyembelih sedikitnya satu ekor kerbau jantan dewasa yang sehat.

Jika kedua persyaratan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka Gordang Sambilan tidak boleh digunakan.

Kini Gordang Sambilan tidak lagi hanya digunakan saat upacara adat saja. Alat musik tradisional ini juga sudah menjadi instrumen musik kesenian tradisional Mandailing yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Di antaranya untuk menyambut tamu agung, perayaan-perayaan nasional, dan acara pembukaan berbagai upacara besar serta untuk merayakan Hari Raya Adul Fitri.

Pada 2013, Gordang Sambilan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Indonesia dari Provinsi Sumatera Utara.

Baca juga: Kurung Kurung, Uniknya Alat Musik Tradisional asal Kalimantan Selatan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

fifteen − 8 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.