Gereja Sentrum Manado, Gereja Tertua di Kota Manado

1977
Gereja Sentrum Manado
GMIM Sentrum Manado berdampingan dengan Tugu Perang Dunia II. (Foto: beritamanado.com)

1001indonesia.net – Gereja Sentrum Manado atau lengkapnya Gereja Masehi Injil di Minahasa (GMIM) Sentrum Manado berlokasi di pusat kota Manado, tepatnya di Kelurahan Lawangirung, Kecamatan Wenang. Berdiri tahun 1677, bangunan peninggalan masa kolonial Belanda ini merupakan gereja tertua di Manado.

Dulu namanya bukan Gereja GMIM Sentrum, tetapi Gereja Besar (Oude Kerk) Manado. Nama “Sentrum” baru digunakan setelah kemerdekaan. Di masa silam, gereja ini berada di bawah binaan Indische Kerk atau Gereja Negara.

Namun, kehidupan rohani yang dikuasai oleh negara menimbulkan ketidakpuasan. Hal tersebut kemudian mendorong lahirnya KGPM pada 1933 sebagai jawaban atas pemisahan gereja dari negara.

Pada masa Indische Kerk, pelayanan administrasi Gereja di Minahasa dan Bitung berpusat di Manado. Kemudian sejak 30 September 1934, Gereja Protestan di Manado, Minahasa, dan Bitung dinyatakan berdiri sendiri dengan sebutan Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM). Kedudukan kantornya pun tidak lagi di Manado, tapi dipindahkan ke Tomohon.

Pada masa pendudukan Jepang, Gereja Sentrum pernah dijadikan sebagai markas MSKK (Manado Syuu Kiri Sutokyop Kyookai) yang dipimpin oleh Pendeta Jepang Hamasaki. Namun sayangnya, bangunan gereja ini hancur dibom ketika Perang Dunia II.

Pada 1946 sampai 1947, dibangunlah Monumen Perang Dunia II oleh sekutu /NICA, dengan arsiteknya Ir Van den Bosch. Letaknya tepat di samping lokasi Gereja Sentrum. Monumen ini dibangun sebagai suatu kenangan terhadap korban Perang Pasifik, baik dari pihak sekutu, Jepang, maupun rakyat, semasa Perang Dunia II berlangsung.

Pada tahun 1952, Gereja yang merupakan artefak budaya ini dibangun kembali dan ditahbiskan 10 Oktober 1952. Bangunannya bercorak khas Gereja Protestan di Belanda yang berbentuk persegi sebagai simbol empat penjuru mata angin.

Bangunan GMIM Sentrum Manado telah beberapa kali direnovasi dan mengalami perubahan. Posisi mimbar yang sebelumnya menghadap ke utara dipindahkan dari utara menghadap ke timur, namun keaslian dinding dan pilarnya tetap dipertahankan.

Sebagai pusat kegiatan keagamaan dan objek wisata religi, GMIM telah banyak didatangi wisatawan. Ratu Beatrix dari Belanda dan suaminya, Pangeran Claus Van Amsberg, pun pernah mengunjungi Gereja di ibu kota Sulawesi Utara ini pada 1995.

Baca juga: Gereja Blenduk, Ikon Kota Lama Semarang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

sixteen − 9 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.