Festival Erau, Pesta Rakyat Kebanggaan Masyarakat Kutai Kartanegara

Syauqy Robanny, Muhammad Nazri, A. Nurfuadi, M. Irfan Ali S.

1582
Festival Erau
Kemeriahan Festival Erau di Tenggarong, Kutai Kartanegara. (Foto: Istimewa)

1001indonesia.net – Festival Erau adalah sebuah tradisi budaya dilaksanakan setiap tahun di kota Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Erau berasal dari bahasa Kutai eroh yang berarti ramai, riuh, ribut, suasana yang penuh sukacita.

Tradisi Erau merupakan kegiatan yang bersumber dari Keraton Kutai Kartanegara. Erau dimaksudkan untuk mengundang seluruh tokoh atau pemuka masyarakat yang mengabdi kepada Kerajaan Kutai Kartanegara untuk hadir menyaksikan pergantian dan pengangkatan raja baru atau pemberian gelar kepada rakyat yang berjasa.

Selain itu, Erau merupakan hajatan keraton untuk memberikan jamuan makan kepada rakyat sebagai tanda terima kasih raja Kutai Kartanegara kepada rakyat yang dengan tulus mengabdi pada kerajaan.

Erau menjadi salah satu festival budaya tertua di Nusantara. Tradisi tahunan ini telah berlangsung selama berabad-abad, seiring perjalanan sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Bisa dikatakan, Erau telah berlangsung sejak masa awal Kesultanan Kutai berdiri.

Dahulu, Erau merupakan hajatan besar bagi Kesultanan Kutai dan masyarakat di seluruh wilayah kekuasaannya yang kini mencakup sebagian besar wilayah Kalimantan Timur. Pada awalnya, perhelatan ini berlangsung selama 40 hari 40 malam dan diikuti oleh segenap lapisan masyarakat.

Sejarah

Pertama kali Erau dilaksanakan pada upacara Tijak Tanah dan Mandi Ke Tepian ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia 5 tahun. Kemudian Erau di laksanakan lagi pada saat Aji Batara Agung Dewa Sakti diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara yang pertama pada tahun 1300.

Sejak saat itu, Erau menjadi sebuah tradisi budaya yang mengiringi pergantian dan pengangkatan raja baru di Keraton Kutai Kartanegara. Selain diadakan pada pergantian dan pengangkatan raja baru, Erau juga di adakan pada saat pemberian gelar kepada rakyat yang dianggap berjasa kepada kerajaan Kutai Kartanegara.

Berakhirnya masa pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara pada 1960 yang berubah fungsi menjadi daerah otonomi, yakni Kabupaten Kutai, menjadi tanda bahwa upacara Erau yang sarat akan ritual dan kesakralan akan segera berakhir.

Benar saja, tahun 1965 merupakan upacara Erau terakhir yang dilaksanakan berkenaan dengan pengangkatan Aji Pangeran Adipati Praboe Anoem Soerya Adiningrat sebagai putra mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara.

Pada 1971, atas prakarsa Bupati Kutai saat itu, Drs.H. Achmad Dahlan, upacara Erau kembali di gelar. Upacara tradisi ini dilaksanakan 2 tahun sekali dalam rangka peringatan ulang tahun Kota Tenggarong yang berdiri sejak 29 September 1782. Ini dimaksudkan sebagai pelestarian budaya oleh Pemda Kabupaten Kutai.

Selanjutnya atas saran Sultan A.M. Parikesit, Erau dilaksanakan oleh Pemda Kutai Kartanegara dengan syarat di dalamnya wajib dilaksanakan beberapa upacara adat tertentu, tetapi tidak boleh melaksanakan upacara Tijak Kepala dan Pemberian Gelar.

Pada perkembangan selanjutnya, Pemerintah Kabupaten Kutai berencana untuk menjadikan Erau sebagai pesta budaya. Perhelatan budaya ini kemudian digelar secara rutin pada bulan September bertepatan dengan hari jadi Kota Tenggarong yang merupakan ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara dan pusat Kesultanan Kutai Kartanegara.

Saat ini, Festival Erau ini telah masuk ke dalam even pariwisata nasional. Erau tidak lagi dikaitkan dengan seni budaya Keraton Kutai Kartanegara, tetapi digunakan sebagai sebuah Festival berskala nasional yang diadakan selama 12 hari berturut-turut.

Dalam acara tersebut ditampilkan ragam seni dan budaya dari seluruh wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan budaya dari berbagai daerah di Indonesia serta beberapa dari mancanegara.

Pada awalnya, Festival Erau dilangsungkan bertepatan dengan hari jadi Kota Tenggarong, yaitu setiap tanggal 29 September. Namun, sejak 2010, pelaksanaan festival ini dimajukan ke bulan Juli karena menyesuaikan dengan musim liburan sehingga lebih banyak wisatawan yang datang.

Tahun 2013 menjadi penanda era baru dari pelestarian budaya warisan Kutai Kartanegara. Untuk pertama kalinya, Erau disandingkan dengan perhelatan budaya tradisional dari berbagai negara. Dalam perhelatan bernama Erau International Folklore and Art Festival (EIFAF), berbagai kesenian dan tradisi di lingkup Kesultanan Kutai bersanding dengan warisan budaya dunia dari berbagai bangsa di penjuru dunia.

Kesenian mancanegara turut memeriahkan Erau International Folk Art Festival. (Foto: Istimewa)

Ajang ini sekaligus memperkenalkan peninggalan kearifan lokal masyarakat Kutai kepada dunia. Para delegasi dari berbagai negara diundang untuk ikut terlibat dalam berbagai ritual adat yang berlangsung selama pelaksanaan Festival Erau.

Seniman dari berbagai negara pun ikut partisipasi dalam acara ini, seperti pertunjukan jalanan (Street Performance) dari Korsel, Kroasia, Rusia, Hungaria, dan lain-lain. Beberapa negara lain yang ikut berpartisipasi dalam berbagai pagelaran seni, antara lain Filipina, Mesir, Latvia, Kolombia, Hungaria, Bangladesh, Italia dan lain-lain.

Baca juga: Festival Lembah Baliem, Tidak Ada Duanya di Dunia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

fourteen − 7 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.