Cuci Parigi, Upacara Mencuci Sumur Masyarakat Kepulauan Banda

776
Cuci Parigi
Upacara adat Cuci Parigi masyarakat Desa Lonthoir, Banda, Maluku Tengah. (Foto: Foto Nurdin Tubaka/Mongabay Indonesia)

1001indonesia.net – Cuci Parigi atau Rofaerwar merupakan ritual terpenting yang dimiliki masyarakat Desa Lonthoir, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah. Ritual yang bersifat sakral dan magis itu berkaitan dengan penyebaran awal agama Islam di Negeri Lonthoir.

Ritual utama upacara adat Cuci Parigi adalah membersihkan dua buah parigi (sumur) kembar yang dikeramatkan masyarakat setempat. Dua sumur yang telah berusia ratusan tahun tersebut terletak di ketinggian 300 meter di atas permukaan laut, dengan kedalaman sekitar empat meter.

Upacara ini digelar 10 tahun sekali di Desa Lonthoir, Pulau Banda Besar, Kepulauan Banda, Provinsi Maluku. Bagi masyarakat Desa Lonthoir, acara ini sangat penting. Sebab itu, mereka yang berada di perantauan akan menyempatkan pulang setiap digelarnya upacara ini.

Awal-mula

Dikisahkan, sejumlah ulama penyebar agama Islam dari Timur Tengah datang ke wilayah tersebut dan mencari air wudhu sebelum menunaikan shalat. Tiba-tiba seekor kucing muncul dari semak-semak. Dari lokasi kucing itu muncul, ternyata ada sumber mata air.

Sumber mata air yang ditemukan ulama itulah yang kemudian menjadi Parigi Pusaka.

Sebenarnya sulit dipercaya ada sumber mata air yang melimpah pada ketinggian seperti itu. Apalagi hanya dengan kedalaman empat meter. Meski demikian, itulah yang terjadi. Sumur kembar ini bahkan tidak kering saat musim kemarau.

Selain terkait dengan sejarah penyebaran Islam di wilayah setempat, upacara mencuci Parigi Pusaka ini juga mengandung nilai dan gagasan mengenai perjuangan serta sikap penuh pengorbanan para leluhur yang berani melawan penjajahan di tanah Banda.

Melalui upacara Cuci Parigi Pusaka, generasi selanjutnya melakukan penghormatan kepada para pahlawan yang telah berjuang. Dalam upacara ini, mereka juga memanjatkan doa-doa untuk nenek moyang mereka yang telah berada di alam keabadian.

Prosesi ritual

Dilansir dari Mongabay.co.id, sebelum upacara digelar, masyarakat negeri adat Andan Orsia atau Lonthoir, melakukan prosesi penjemputan saudara kandung dari negeri adat Andan Orlima. Dalam Hikayat Lonthoir, dikisahkan bahwa negeri adat Andan Orsia dan Andan Orlima memiliki satu garis keturunan (nasab).

Saudara dari negeri adat Andan Orlima dijemput seperti layaknya seorang raja dan ratu dari kahyangan. Kaki dan badan para sesepu atau tua-tua adat dari Andan Orlima tak boleh tersentuh air, meski hanya setetes. Mereka diangkat dengan kursi dan berbagai alat lain.

Pembukaan upacara dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Sebelum pembukaan, ada ritual mengarak belang darat oleh 99 pria diiringi cakalele (tarian khas Maluku) dari arah rumah adat Lonthoir menuju Parigi Pusaka. Sembilan puluh sembilan orang ini adalah mereka yang ditunjuk untuk membersihkan Parigi Pusaka.

Dari mereka, ada 81 orang yang kemudian menjadi pasukan utama untuk membersihkan parigi. Jumlahnya 81 orang, karena ada sembilan anak tangga, dengan perhitungan setiap anak tangga ditempati oleh sembilan orang. Mereka mengenakan benang kuning di kepala.

Setelah acara dibuka secara resmi, para pria yang bertugas masuk ke parigi. Diiringi tarian adat dan lantunan irama tifa, mereka turun perlahan-lahan membersihkan air di parigi. Mereka menimba air hingga habis. Dalam prosesi itu, terlihat mereka saling menyiram dan menggosok tubuh dengan air serta lumpur.

Air dari parigi itu menjadi rebutan warga untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing.

Usai membersihkan parigi hingga kering, regu cakalele menjemput kain gajah dari rumah adat. Kain gajah warna putih sepanjang 99 meter itu dihantar warga, selanjutnya digunakan untuk membilas air di parigi hingga kering.

Setelah air parigi benar-benar kering, ratusan perempuan, mulai dari anak-anak hingga dewasa, menarik dan membawa kain ke pantai desa untuk dibersihkan.

Menjaga mata air

Selain sebagai upacara yang bersifat sakral, upacara mencuci sumur ini dilakukan guna menjaga mata air yang menjadi sumber kehidupan warga setempat. Pembersihan mata air secara rutin dilakukan setiap 10 tahun sekali guna melindungi masyarakat dari berbagai hal tak diinginkan.

Baca juga: Tuk Serco, Kearifan Lokal Menjaga Mata Air

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

nineteen + 20 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.