Ceng Beng, Wujud Penghormatan Warga Tionghoa pada Leluhur

1440
Ceng Beng
Ilustrasi (Foto: buddhazine.com)

1001indonesia.net – Hari Ceng Beng atau Qing Ming Jie adalah hari ziarah tahunan bagi etnis Tionghoa. Qing Ming Jie sendiri berarti langit sedang berwarna biru bersih dan terang benderang.

Dalam sejarah Tiongkok, Ceng Beng telah dimulai sejak 2.400 tahun lalu. Ceng Beng biasanya digelar pada 5 April setiap tahunnya.

Dalam tradisi itu, orang Tionghoa datang ke kuburan orangtua atau leluhur untuk bersembahyang di makam tersebut. Mereka membawa buah-buahan, kue-kue, makanan, minuman, serta karangan bunga sebagai persembahan terhadap leluhur.

Mereka membersihkan makam dari semak belukar. Makam juga dirapikan dan diperindah. Badan makam yang rusak atau pecah diperbaiki kemudian dicat ulang. Hidangan persembahan kemudian ditata rapi di makam leluhur.

Mereka kemudian mendoakan para orangtua dan leluhur, baik yang dimakamkan di area setempat, maupun di tempat lain, dengan harapan agar para leluhur mendapatkan tempat yang terbaik di alam keabadian.

Ceng Beng
Foto: pegipegi.com

Sejarah Ceng Beng

Tradisi Ceng Beng berawal pada zaman Dinasti Ming. Ada seorang anak bernama Cu Guan Ciong (Zhu Yuan Zhang, pendiri Dinasti Ming) yang berasal dari sebuah keluarga yang sangat miskin.

Begitu miskinnya keluarga tersebut sehingga dalam membesarkan dan mendidik Cu Guan Ciong, orangtuanya meminta bantuan kepada sebuah kuil. Ternyata Cu Guan Ciong setelah besar menjadi seorang kaisar. Namun, ketika ia pulang ke kampung halaman, keluarganya sudah tiada.

Cu Guan Ciong kemudian memberi titah kepada seluruh rakyatnya untuk melakukan ziarah dan membersihkan makam leluhur mereka masing-masing pada hari yang telah ditentukan. Selain itu, diperintahkan juga untuk memberikan tanda kertas kuning di atas makam-makam tersebut.

Setelah semua rakyat selesai berziarah, kaisar memeriksa makam-makam yang ada di desa dan menemukan makam-makam yang belum dibersihkan serta tidak diberi tanda.

Kemudian kaisar menziarahi makam-makam tersebut dengan asumsi bahwa di antara makam-makam tersebut pastilah merupakan makam orangtua, sanak keluarga, dan
leluhurnya. Kegiatan menziarahi makam ini kemudian diteruskan menjadi tradisi Ceng Beng.

Bagi orang Tionghoa, ziarah ini merupakan wujud dari penghormatan kepada leluhur. Bakti terhadap orangtua dan leluhur, baik yang masih hidup maupun yang sudah tiada, merupakan hal yang sangat penting dalam budaya Tionghoa. Bakti kepada para leluhur yang telah meninggal diwujudkan dengan berdoa dan merawat makam.

Selain itu, hari Ceng Beng juga menjadi sarana mempererat tali persaudaraan antar keluarga dan warga Tionghoa. Warga Tionghoa dari beragam agama akan berkumpul untuk mendoakan para leluhur dengan caranya masing-masing. Dalam momen ini, semua kerabat dekat, saudara, dan anak-anak bisa berkumpul bersama sehingga hubungan semakin erat terjalin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

sixteen − 4 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.