Celurit, Senjata Tradisional yang Menjadi Identitas Masyarakat Madura

6793
Celurit
Ilustrasi (Foto: Radarmalang.id)

1001indonesia.net – Celurit atau clurit merupakan senjata tradisional khas Madura. Senjata tajam berbilah melengkung ini erat kaitannya dengan budaya carok di Madura. Carok dan clurit laksana dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.

Clurit merupakan salah satu identitas orang Madura. Meski banyak orang menghubungkan senjata ini dengan tindakan kekerasan, bagi orang Madura, clurit memiliki makna tersendiri.

Celurit merupakan simbol kejantanan laki-laki, juga simbol perlawanan rakyat jelata. Konon, barisan tulang rusuk laki-laki berkurang karena diciptakan oleh Allah menjadi perempuan. Nah, untuk bagian yang hilang itu, orang Madura menggantinya dengan clurit.

Bentuk celurit yang bengkok diibaratkan tulang rusuk yang berkurang itu. Dengan adanya celurit, kejantanan laki-laki tidak berkurang. Dan karena maknanya mengganti tulang rusuk yang hilang itu, celurit biasanya diselipkan di pinggang bagian kiri.

Menurut D. Zawawi Imron, tafsiran celurit dengan tulang rusuk ini menyiratkan kesatuan yang merohani antara manusia dengan senjatanya, antara orang Madura dengan cluritnya. Di masyarakat Madura, umumnya orangtua akan mewariskan senjata pada anaknya sebagai sengkolan, yang berarti warisan yang berharga dan tak bisa dijual.

Di Madura, celurit berkaitan erat dengan budaya carok, yaitu perkelahian antarlelaki yang biasanya dilakukan ketika seseorang merasa dipermalukan atau harga dirinya dilecehkan. Kata “carok” sendiri berasal dari bahasa Madura yang berarti “bertarung atas nama kehormatan.”

Biasanya, carok merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh masyarakat suku Madura dalam menyelesaikan suatu masalah. Pertarungan antarlelaki bersenjatakan clurit ini terjadi ketika ada masalah-masalah yang menyangkut kehormatan dan harga diri seseorang atau kelompok. Carok bisa terjadi secara perorangan maupun kelompok (massal).

Namun, seiring perkembangan zaman, carok telah mengalami pergeseran makna, dari mekanisme penegakan harga diri menuju ritus balas dendam, pelampiasan emosi, dan tindakan kekerasan semata. Dan meskipun tindakan kekerasan sebagai penyelesaian masalah tidak dibenarkan secara hukum, budaya carok masih bisa dijumpai sampai saat ini.

Baca juga: Sigajang Laleng Lipa, Tradisi Bugis untuk Menyelesaikan Masalah

Celurit memiliki bilah terbuat dari besi berbentuk melengkung mirip bukan sabit sebagai ciri khasnya. Pada umumnya celurit diwadahi sarung terbuat dari kulit sapi atau kerbau yang tebal. Sementara gagangnya terbuat dari kayu. Bilah celurit memiliki ikatan yang melekat pada gagang kayu serta menembus sampai ujung gagang.

Ada beberapa macam jenis celurit, di antaranya takabuan. Jenis yang biasanya digunakan untuk carok ini sangat diminati oleh banyak orang Madura, khususnya di kawasan Madura Barat. Nama takabuan berasal dari nama desa tempat di mana senjata ini dibuat, yaitu Desa Takabu.

Selain bentuknya yang indah, tingkat ketajaman celurit takabuan dapat diandalkan karena terbuat dari bahan baja campuran besi berkualitas baik.

Jenis clurit yang lain adalah dhang osok. Nama dhang osok diambil dari nama salah satu jenis buah pisang yang ukurannya lebih panjang dari ukuran rata-rata pisang biasa. Kata dhang berasal dari kata gedhang (pisang), sedangkan osok menunjukkan jenis buah pisang tersebut.

Oleh karena itu, celurit dhang osok memiliki bentuk seperti buah pisang dan memiliki panjang yang melebihi dari ukuran rata-rata celurit biasa. Jenis clurit ini juga digunakan sebagai alat pertahanan diri. Tidak seperti jenis celurit lain yang bisa dibawa-bawa, celurit dhang osok berukuran besar maka tidak dibawa bepergian.

Jenis celurit lainnya antara lain tekos bu-ambu (bentuknya seperti tikus sedang diam), dan  celurit bulu ajem (bulu ayam, lancor ayam).

Jenis celurit yang diperuntukkan khusus sebagai senjata tajam atau sebagai lambang kesatriaan berbeda bentuk, kualitas, dan proses pembuatannya dengan yang digunakan untuk keperluan pertanian dan rumah tangga. Bagi orang Madura, jenis clurit ini merupakan karya seni dan tidak boleh dipergunakan sembarangan.

Penempaan celurit jenis ini dilakukan dilakukan berulang-ulang dengan penuh ketelitian untuk mendapatkan lengkungan yang dikehendaki. Bahannya juga dipilih dari kualitas yang bagus. Itu sebabnya, celurit untuk carok, bentuknya melengkung sempurna dan permukaannya sangat halus dan putih mengilap, menandakan tingkat ketajamannya sangat tinggi.

Adapun kualitas clurit yang digunakan untuk rumah tangga dan pertanian tidak sebagus yang digunakan sebagai senjata tajam. Bentuknya tidak melengkung sempurna dari batas pegangan hingga ke ujung. Permukaannya agak kasar dan agak hitam karena tidak terbuat dari baja murni.

Baca juga: Badik, Senjata Tradisional Masyarakat Sulawesi Selatan

Sejarah asal mula celurit belum diketahui secara pasti. Namun, keberadaannya sebagai senjata tajam terkait dengan kisah seorang Mandor di Pasuruan yang melegenda. Konon, mandor tebu beretnis Madura yang bernama Sakerah tersebut hampir tak pernah meninggalkan celurit setiap pergi ke kebun untuk mengawasi para pekerja.

Dikisahkan, Sakerah melakukan perlawanan terhadap antek penjajah. Ketika kemudian lelaki asal Bangkalan itu ditangkap dan dihukum gantung, warga Pasuruan yang mayoritas berasal dari suku Madura marah dan mulai berani melakukan perlawanan pada penjajah dengan senjata andalan berupa celurit. Sejak saat itu, clurit menjadi simbol perlawanan rakyat jelata dan simbol harga diri.

Bagi warga Madura tradisional, celurit tak dapat dipisahkan dari kehidupan keseharian. Sampai sekitar tahun 1970-an, kemana pun mereka pergi, kaum lelaki Madura selalu membawa clurit yang diselipkan (sekep) di pinggang kiri sebagai simbol kejantanan. Namun, belakangan hal itu sudah tidak dilakukan lagi karena alasan keamanan.

Pada 2018, Kemendikbud menetapkan clurit sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).

*) Diolah dari berbagai sumber.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

4 × 3 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.