1001indonesia.net – Di kesunyian hutan yang asri di kaki Gunung Arjuna terdapat sebuah peninggalan kuno berbentuk stupa. Bangunan purbakala tersebut bernama Candi Sumberawan.
Nama Sumberawan diambil dari nama dusun yang menjadi lokasi bangunan ini berada. Ada juga yang menyebut nama ini berasal dari kata sumber (asal) dan rawan (telaga). Candi ini memang terletak di tepi rawa atau sumber air yang tak kering meski di musim kemarau.
Namun, ada penelitian yang menyebut, dulunya bangunan ini bernama Candi Kasurangganan. Nama Kasurangganan tercatat di dalam Kitab Nagarakretagama.
Bangunan kuno dengan arsitektur unik ini hanya berjarak sekitar 6 kilometer dari Candi Singasari. Keduanya sama-sama peninggalan Kerajaan Singasari. Candi Sumberawan dibangun dari bahan batuan andesit dengan ukuran panjang 6,25 meter, lebar 2,5 meter, dan tinggi 5,23 meter.
Candi Sumberawan berbentuk bujur sangkar di bagian baturnya, tidak bertangga, dan tidak mempunyai relief. Candi yang berupa stupa ini hanya mempunyai kaki dan badan yang menyerupai stupa. Itu sebabnya mengapa candi ini dianggap stupa belaka, kendatipun diberi nama candi.
Air di Sumberawan dianggap sakral oleh sejumlah agama. Tidak hanya dimanfaatkan untuk upacara Waisak, tapi juga digunakan sebagai air pembaptisan bagi umat beragama Katolik. Menurut hasil penelitian laboratorium air ini sangat jernih dan layak diminum secara langsung,
Stupa atau Candi Sumberawan tidak mempunyai rongga atau ruang di dalamnya. Bangunan ini diperkirakan merupakan tempat peringatan terjadinya peristiwa penting yang berhubungan dengan Buddha. Stupa sendiri merupakan salah satu lambang suci agama Buddha. Hingga kini, pemeluk Buddha masih secara rutin datang ke candi ini untuk keperluan beribadah.
Candi Sumberawan pernah dipugar pada masa kolonial Belanda, sekitar tahun 1937. Diyakini saat pemugaran berlangsung terdapat sumber air tepat di bawah candi. Tetapi setelah semua proses rampung, aliran airnya jadi merembes ke mana-mana. Akibatnya, muncul sumber air baru di beberapa lokasi.