Blontang, Patung Ukir dari Kayu Ulin yang Sakral

1313
Blontang
Foto: flickriver.com

1001indonesia.net – Blontang atau Blontakng adalah patung ukir dari kayu ulin yang disucikan dan menjadi simbol roh dalam upacara sakral masyarakat Dayak di Kalimantan. Blontang dihadirkan dalam upacara kematian (Kwangkai) dan upacara pengobatan (Belian) sebagai kelengkapan yang dianggap penting dan harus ada.

Dalam upacara Kwangkai, Blontang merupakan wahana roh bagi yang meninggal untuk menuju tempat suci di puncak Gunung Lumut tempat para roh setelah meninggalkan dunia. Ukiran pada Blontang biasanya berbentuk sosok manusia yang merupakan gambaran sosok yang meninggal.

Tinggi patung kayu sakral ini berkisar antara 2,5 meter sampai dengan 3,5 meter dengan diameter 30 cm. Patung Blontang sendiri dibuat bersamaan waktunya dengan prosesi upacara Kwangkay. Itu sebabnya, ada yang mengatakan lamanya proses pembuatan Blontang menjadi tolak ukur lamanya waktu upacara Kwangkay itu sendiri.

Selain menjadi simbol orang yang diupacarai, Blontang juga berfungsi sebagai tempat mengikat hewan yang akan dikurbankan pada saat acara Kwangkey berlangsung, biasanya berupa kerbau ataupun sapi.

Dalam upacara pengobatan (Belian), Blontang merupakan wahana berkomunikasi dengan para roh leluhur untuk mengusir bala dari orang yang menderita sakit atau sebagai wahana komunikasi dengan roh jahat pengganggu agar meninggalkan yang sakit.

Baca juga: Belian Bawo, Ritual Pengobatan Suku Dayak Benuaq

Setelah upacara selesai dilaksanakan, patung kayu ini dipasang di depan lamin (rumah adat) sebagai penjaga dan penolak bala.

Selain sebagai kelengkapan upacara yang bersifat sakral, Blontang merupakan puncak dari seni ukir kayu masyarakat Dayak yang mencerminkan nilai estetik tinggi. Blontang selalu dibuat dari bahan kayu ulin pilihan yang dikenal sangat kuat. Tata cara pembuataan pun bersifat khusus.

Tak hanya sebagai pelengkap upacara yang bersifat sakral, kehadiran Blontang juga mencerminkan status sosial. Sebuah lamin yang dihias dengan banyak blontang menunjukkan status sosial yang tinggi karena telah melakukan upacara Kwangkai ataupun Belian yang sangat mahal biayanya.

Saat ini, konsep dari seni ukir Blontang telah dikembangkan menjadi bagian dari seni arsitektural masyarakat Dayak. Di antaranya, seni ukir Blontang diterapkan pada tiang-tiang lamin. Patung ini juga digunakan sebagai tugu atau patok batas wilayah.

Baca juga: Sapundu, Seni Ukir Dayak yang Sakral

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

20 − fourteen =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.