1001indonesia.net – Masyarakat Indonesia di berbagai daerah memiliki caranya sendiri-sendiri yang menarik dan unik dalam merayakan hari besar keagamaan, tak terkecuali Isra Miraj.
Ada yang merayakannya dengan menggelar kirab budaya, ziarah ke makam tokoh agama, acara doa dan makan bersama, membaca kitab yang berisi kisah perjalanan Nabi, dan bahkan melalui upacara potong rambut bayi.
Isra Miraj merupakan dua bagian perjalanan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam waktu semalam saja. Pada peristiwa itu Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam. Isra Miraj diperingati setiap tanggal 27 Rajab tahun Hijriah.
Berikut ini beberapa tradisi masyarakat di berbagai daerah di Indonesia dalam memperingati peristiwa Isra Miraj.
Tradisi Rajeban Peksi Buraq Yogyakarta
Rajeban Peksi Buraq atau Yasa Peksi Burak digelar oleh Keraton Yogyakarta. Acara berbentuk kirab budaya ini menjadi salah satu tradisi Isra Miraj yang paling semarak di Indonesia. Tradisi ini secara rutin sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun lalu.
Dalam tradisi Rajeban Peksi Buraq, pengunjung bisa melihat simbol kendaraan Nabi Muhammad yang terbuat dari kulit jeruk bali yang dibentuk dan diukir menyerupai badan, leher, kepala, dan sayap burung.
Peksi burak atau burung buraq dari kulit jeruk bali itu bertengger di atas tumpukan beragam buah-buahan, seperti rambutan, manggis, hingga tebu.
Simbol kendaraan itu lalu diarak oleh abdi dalem Kaji Selusin yang berasal dari Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta. Setelah sampai di Masjid, buah-buahan tersebut dibagikan kepada masyarakat.
Ngurisan
Tradisi Ngurisan digelar oleh masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat, saat peringatan Isra Miraj. Ngurisan adalah tradisi memotong rambut bayi yang usianya di bawah 6 bulan. Pemotongan rambut dilakukan oleh tokoh agama atau tokoh masyarakat.
Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur dan harapan agar bayi-bayi tersebut diberi keberkahan dalam hidupnya. Pemotongan rambut bayi ini biasanya dilakukan di masjid setempat.
Saat kegiatan ini berlangsung, para jemaah akan melantunkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Khatam Kitab Arjo
Di Temanggung, terdapat tradisi Isra Miraj yang dikenal dengan nama Khatam Kitab Arjo. Umumnya tradisi ini dilakukan warga selepas shalat isya. Acara diawali dengan membaca tahlil, lalu dilanjutkan baca Kitab Arjo yang berisi kisah perjalanan Nabi Muhammad SAW.
Nyadran Desa
Masyarakat Semarang, tepatnya di Kampung Serawak, mempunyai tradisi Isra Miraj yang disebut Nyadran Desa (Haul Umum). Tradisi berupa kirab budaya ini menampilkan gunungan berisi sayuran, buah-buahan, hasil bumi, alat musik, replika hewan badak Siwarak, permainan tradisional, drumband, dan masih banyak yang lainnya.
Rajaban
Tradisi Rajaban dilakukan oleh masyarakat Cirebon, Jawa Barat. Rajaban merujuk pada bulan Rajab, yakni bulan diperingatinya peristiwa Isra Miraj. Masyarat Cirebon melakukan Rajaban dengan berziarah ke makam dua tokoh penyebar agama Islam, yakni pangeran Kejaksan dan Pangeran Panjunan di Plangon.
Acara Rajaban kemudian dilanjutkan dengan makan bersama nasi bogana, yaitu nasi yang dilengkapi lauk pauk seperti kentang, telur ayam, tempe, tahu, perutan kentang hingga bumbu kuning. Selain sebagai ungkapan rasa syukur, acara makan bersama ini bertujuan unyuk mempererat tali silaturahmi antarwarga.
Ambengan
Tradisi Ambengan biasa diperingati ketika Isra Miraj oleh masyarakat di beberapa daerah, terutama Jawa tengah dan Jawa Timur. Ambengan berasal dari kata ambeng yang berarti wadah berukuran besar.
Pada tradisi ini, ambeng biasanya diisi dengan nasi dan lauk pauk. Masyarakat biasanya membawa ambeng tersebut ke masjid atau mushala usai salat magrib. Kemudian dilantunkan doa yang dipimpin oleh kiai setempat. Acara lalu dilanjutkan dengan makan bersama.
Nganggung
Nganggung adalah tradisi makan bersama di surau atau masjid di daerah Bangka Belitung. Biasanya, tradisi ini digelar saat hari besar agama Islam, saat ada pesta adat, maupun untuk menyambut tamu-tamu penting. Nganggung juga diadakan saat ada warga kampung yang meninggal dunia.
Setiap keluarga membawa sebuah dulang yang ditutup dengan tudung saji berwarna merah dan bermotif. Dulang itu berisi berbagai penganan sesuai dengan kemampuan keluarga yang bersangkutan. Biasanya jenis panganan yang dibawa adalah nasi, lauk pauk, buah-buahan, dan berbagai macam kue.
Dulang merupakan sebutan masyarakat setempat untuk talam atau nampan, biasanya terbuat dari kuningan dan bentuknya bulat. Sementara tudung sajinya terbuat dari daun pandan hutan. Biasanya, tudung saji berwarna merah dengan hiasan motif berwarna hijau dan kuning.
Baca juga: Endog-endogan, Tradisi Mauludan Masyarakat Banyuwangi