1001indonesia.net – Belian Bawo merupakan tari tradisional masyarakat Suku Dayak Benuaq di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Tari ini merupakan bagian dari ritual pengobatan yang bersifat sakral dan hanya dilakukan oleh para dukun/pawang.
Belian Bawo berasal dari kata belian yang artinya menyembuhkan orang sakit, dan bawo yang berarti gunung atau bukit. Tari Belian Bawo dijumpai dalam berbagai acara adat, biasanya digelar untuk mengobati orang sakit, terutama yang tidak bisa disembuhkan dengan pengobatan medis.
Tari ritual ini dibawakan oleh para balian yang bertindak sebagai medium dari roh yang nantinya akan memberi tahu pada pasien tentang sakit yang diderita dan cara-cara pengobatannya. Biasanya dilaksanakan di kediaman keluarga yang sedang sakit atau di area-area yang luas, seperti lamin adat.
Tarian ini juga digunakan untuk membayar niat atau hajat (kaul), baik secara individu ataupun kelompok masyarakat. Untuk keperluan ini, Belian Bawo hanya diadakan pada waktu-waktu tertentu.
Selain itu, masyarakat suku Dayak Benuaq menggelar tari Belian Bawo sebagai ucapan terima kasih kepada dewata sesuai keyakinan yang mereka peluk, dan juga untuk berkomunikasi dengan roh para leluhur.
Dalam melakukan tarian sang dukun/pawang menggunakan mantra khusus untuk berdialog dengan roh para leluhur yang akan membantunya mengusir gangguan roh-roh jahat.
Perlengkapan yang diperlukan adalah daun kelapa dan daun kenjuang (sejenis tumbuhan yang biasanya ditanam di atas makam) untuk mengusir roh jahat, dan setangkai mayang kelapa terurai yang digantung di tengah-tengah sebagai pusat dari pawang belian untuk berhubungan dengan roh-roh halus. Tidak lupa tersedia juga sesaji.
Sang balian mengenakan gelang perunggu perak pada kedua tangan yang berfungsi sebagai pemanggil dewa untuk membantu dalam proses pengobatan. Gelang juga berfungsi sebagai penanda musik untuk berhenti dan untuk memulai jalannya ritual pengobatan.
Setelah ritual pengobatan, si pasien harus berpantang sesuai apa yang ditentukan sang balian. Biasanya selama satu hari, si pasien tidak diperbolehkan keluar rumah dan makan makanan terlarang, seperti terong, asam, rebung, dan semua jenis hewan melata.
Selain itu, suasana rumah si pasien juga harus sepi. Ia tidak diperkenankan menerima tamu. Suasana tersebut ditandai dengan penancapan dahan dan daun kayu hidup di samping pintu masuk rumah bagian luar.
Pelanggaran atas pantangan itu dapat mengakibatkan kambuhnya penyakit dan sukar dirawat kembali.
Berkembangnya pengobatan modern serta ajaran agama Islam dan Kristen sedikit banyak memengaruhi pandangan masyarakat Dayak, membuat intensitas pelaksanaan tari ritual ini tidak sesering dulu.
Namun, sebagian masyarakat Dayak tetap mempertahankan ritual ini. Lagi pula, tari ritual Belian Bawo berakar pada spiritualitas asli masyarakat Dayak yang percaya bahwa roh-roh para leluhur masih menjaga kehidupan anak cucunya. Pelaksanaan tari ritual ini menjadi sarana dialog dan penghormatan pada roh para leluhur.
Baca juga: Sikerei, Ritual Pengobatan Tradisional Suku Mentawai