1001indonesia.net – Badik merupakan salah satu senjata tradisional yang menjadi
identitas budaya suku-suku Melayu di Sulawesi Selatan, seperti suku Bugis, Makassar, dan Mandar.
Pada era Luwu Kuno, badik dikenal dengan nama kalio. Waktu itu, kalio lebih banyak digunakan sebagai alat pertanian dan pertahanan diri. Namun, seiring berjalannya waktu, kalio berubah nama menjadi badik. Fungsinya pun berubah menjadi alat untuk menjaga siri (harga diri).
Ada sebuah ungkapan pada masyarakat Bugis yang terjemahan bebasnya, “Jika siri sudah diijak maka jalan terakhir yang dilakukan adalah sigajang laleng lipa (berduel dalam sarung menggunakan badik).” Sigajang Laleng Lipa merupakan cara terakhir untuk menyelesaikan masalah ketika musyawarah tidak mencapai kata mufakat.
Baca juga: Sigajang Laleng Lipa, Tradisi Bugis untuk Menyelesaikan Masalah
Badik menduduki posisi yang sangat penting dalam kebudayaan Bugis. Badik dianggap sebagai saudara manusia atau pendamping (tappi) jiwa seseorang, khususnya bagi kaum laki-laki.
Bahkan sebelum seorang anak Bugis lahir, telah disiapkan sebuah badik untuk menjaganya. Badik dipercaya memiliki kekuatan yang dapat menjaga bayi dari makhluk halus dan manusia yang ingin berbuat jahat.
Anak laki-laki Bugis yang telah balig akan menyandang badik di pinggangnya untuk menjaga harga dirinya dan keluarganya. Orang Bugis menyebut senjata ini dengan nama kawali.
Masyarakat Bugis, Makassar, dan Mandar memiliki beragam ungkapan yang menunjukkan peran penting senjata tradisional ini bagi mereka. Orang Bugis memiliki peribahasa, “Bukan Bugis bila tidak berbadik,” atau, “Bukan laki-laki bila bercerai badik di pinggangnya.”
Sementara orang Makassar berkata, “Bukan laki-laki bila tidak memiliki badik.” Adapun orang Mandar memiliki ungkapan, “Jangan bercerai senjata sebab senjata itu saudara kita.”
Badik terbuat dari besi, satu sisi bilahnya tajam dengan ujung runcing. Secara umum badik terdiri atas tiga bagian, yaitu hulu (gagang), bilah (besi), dan warangka (sarung badik).
Badik memiliki beragam bentuk. Badik Makassar memiliki kale (bilah) yang pipih, batang (perut) yang buncit dan tajam, serta cappa’ (ujung) yang runcing. Badik yang berbentuk seperti ini disebut badik sari.
Sementara suku Bugis memiliki badik dengan bilah yang pipih, ujung runcing, dan bentuk
agak melebar pada bagian ujung.