1001indonesia.net – Aruh Baharin adalah upacara adat yang digelar oleh masyarakat Suku Dayak Dusun Halong setelah musim panen padi ladang (pahumaan) usai. Dalam tradisi mereka, beras hasil panen (baras hanyar) baru boleh dimakan setelah upacara Aruh Baharin digelar.
Awalnya, Aruh Baharin adalah upacara adat masyarakat Suku Dayak Dusun Halong yang menganut agama Kaharingan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang melimpah. Upacara ini juga dilaksanakan sebagai penghormatan terhadap arwah para leluhur yang diyakini senantiasa melindungi mereka dari malapetaka.
Seiring perjalanan waktu, upacara adat ini juga digunakan untuk merayakan keberhasilan usaha lainnya, seperti berdagang, beternak, melaut, dan lain sebagainya. Begitu juga pelaksanaannya, tidak hanya oleh pemeluk agama Kaharingan, tapi juga pemeluk dari berbagai agama yang terdapat di desa tersebut.
Baca juga: Kaharingan, Agama Asli Suku Dayak di Kalimantan
Biasanya, upacara adat Aruh Baharin dilaksanakan secara bergiliran oleh tiga kelompok masyarakat adat Dayak yang mendiami Desa Kapul. Masing-masing kelompok masyarakat adat tersebut membawahi sekitar 25 sampai 30 kepala keluarga.
Pelaksanaan upacara adat ini akan dipimpin oleh para Balian (tokoh adat) dan dihadiri warga Dayak setempat. Warga dari beberapa kampung lainnya juga akan hadir mengikuti ritual adat tua yang sakral ini.
Pada saat ini, Aruh Baharin tidak lagi digelar setiap tahun atau sehabis musim panen padi ladang, tapi setiap tiga atau lima tahun sekali. Hal ini disebabkan biaya untuk pelaksanaannya terbilang mahal karena harus menyembelih beberapa ekor kerbau, kambing, dan ayam.
Pelaksanaan upacara adat yang digelar selama tujuh hari tujuh malam ini memiliki tiga tahapan.
Pertama, tahapan persiapan. Pada tahapan ini, kaum laki-laki dan perempuan berbagi tugas. Kaum laki-laki bertugas membuat dan menghias tempat pemujaan, mencari kayu bakar, dan memasak nasi. Sedangkan kaum perempuan bertugas membersihkan beras, membuat ketupat, memasak lemang, dan memasak sayur untuk keperluan upacara.
Tahapan kedua adalah pemanggilan arwah leluhur. Tujuannya agar para amah leluhur ikut menghadiri dan merestui upacara adat Aruh Baharin. Untuk memanggil arwah para leluhur, digelar beberapa ritual yang dipimpin oleh para balian (pemuka adat Suku Dayak) yang dimulai pada malam ketiga hingga malam keenam. Ritual-ritual tersebut antara lain:
- Ritual Balai Tumarang. Ritual ini bertujuan memanggil para arwah yang pemah berkuasa di daerah tersebut, termasuk arwah raja-raja dari Pulau Jawa.
- Ritual Sampan Dulang atau ritual Kelong. Ritual ini bertujuan memanggil arwah Balian Jaya atau Nini Uri, yang dipercayai sebagai leluhur orang Dayak.
- Ritual Hyang Lembang. Tujuannya adalah memanggil arwah raja-raja dari Kesultanan Banjar pada masa lampau.
- Ritual Dewata Ritual ini menggambarkan keberhasilan Datu Mangku Raksa Jaya menembus alam dewa dengan cara bertapa.
- Ritual Hyang Dusun. Ritual ini mengisahkan raja-raja Dayak yang mampu menguasai sembilan benua atau sembilan pulau.
Tahapan ketiga adalah puncak upacara adat aruh baharin. Puncak upacara ditandai dengan penyembelihan beberapa ekor kerbau, kambing, dan ayam yang dipimpin oleh para balian. Sebagian dari daging hewan tersebut dimasak untuk dimakan bersama-sama dan sebagiannya lagi untuk sesaji.
Sebelum dilakukan pemberkatan oleh para balian dan kemudian dilarungkan ke sungai Balangan, sesaji tersebut terlebih dahulu diludahi oleh anggota masyarakat adat yang menjadi penyelenggara upacara. Dalam upacara ini, meludahi sesaji sebagai simbol agar dijauhkan dari malapetaka.
Baca juga: Uman Undat, Pesta Panen Masyarakat Adat Dayak