Aksara Pegon, Bentuk Akulturasi Budaya Islam dan Jawa

10630

1001indonesia.net – Masuknya Islam ke Nusantara menyebabkan terjadinya perpaduan budaya antara budaya yang dibawa oleh agama Islam dengan budaya asli Nusantara. Salah satu hasil dari perpaduan tersebut adalah munculnya aksara pegon.

Aksara pegon adalah aksara Arab yang digunakan dalam teks-teks Jawa. Di tempat lain, aksara ini disebut sebagai aksara Jawi atau aksara Arab Melayu karena bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu.

Istilah “pegon” berasal dari bahasa Jawa, pego, yang artinya tidak lazim dalam pengucapannya. Hal ini dikarenakan banyaknya kata Jawa yang ditulis dengan huruf Arab menjadi aneh ucapannya.

Istilah “pegon” juga merujuk pada sesuatu yang bersifat menyimpang karena bahasa Jawa yang pada umumnya ditulis dengan aksara Jawa, tapi ditulis dengan aksara Arab. Aksara ini memiliki dua variasi, yakni pegon yang berharakat dan pegon gundul atau Arab gundul yang tidak berharakat.

Dalam tradisi sastra lokal Jawa, aksara pegon digunakan untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam melalui teks berbahasa Jawa. Aksara pegon biasanya digunakan dalam sastra berbentuk prosa, syair, maupun undang-undang. Teks-teks pegon tersebut pada umumnya merupakan karya saduran kitab-kitab karya ulama Timur Tengah abad Pertengahan. Teks-teks Arab tersebut dikembangkan dan diolah ke dalam bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat setempat.

Masyarakat Islam di Jawa, terutama kalangan Islam tradisional, umumnya mengenal aksara pegon dengan baik. Huruf pegon ini memiliki kesamaan dengan aksara Jawi (Arab Melayu) di kawasan tanah Melayu.

Pada prinsipnya, aksara pegon mengadopsi abjad Arab, yaitu huruf hijaiyah. Hanya saja, karena kebiasaan masyarakat Jawa menggunakan huruf Jawa maka diperlukan penyesuaian dengan menambahkan beberapa huruf. Setidaknya ada 7 huruf Arab yang dimodifikasi untuk mengakomodasi bahasa Jawa.

Kapan tepatnya aksara pegon mulai digunakan di tanah Jawa tidak begitu jelas. Sebagian berpendapat aksara ini mulai dikenal sejak tahun 1200–1300-an M atau seiring dengan masuk dan berkembangnya agama Islam di Nusantara. Sebagian lain berpendapat bahwa aksara ini digagas oleh Sunan Ampel pada sekitar tahun 1400-an. Ada juga yang berpendapat bahwa aksara ini diprakarsai oleh Sunan Gunung Jati dan Imam Nawawi Banten.

Namun yang pasti, aksara pegon telah populer di kalangan masyarakat Jawa pada sekitar abad XVIII sampai abad XIX. Hal ini didasarkan atas banyaknya karya-karya ulama pada abad-abad itu yang ditulis dalam aksara pegon. Bahasan karya-karya tersebut seputar tema falsafah Islam, teologi, hadis, tafsir, fikih, tasawuf, dan lain-lain.

Masuknya penjajah Eropa justru semakin memperkuat posisi aksara ini. Saat itu, aksara Latin ala Belanda diharamkan karena identik dengan penjajahan. Aksara Arab pegon atau aksara Jawi berjaya sebagai medium komunikasi banyak kalangan, mulai dari pedagang, pemuka agama, hingga pejuang kemerdekaan.

Aksara pegon atau aksara Jawi bahkan sempat digunakan sebagai aksara pemersatu. Setiap kesultanan saat itu yang diduduki perusahaan dagang VOC berkomunikasi menggunakan huruf ini. Aksara ini menjadi simbol perlawanan budaya dan politik.

Sampai saat ini, aksara pegon masih terjaga karena masih digunakan dan diajarkan di berbagai pesantren. Aksara Arab-Jawa telah menjadi simbol akulturasi ajaran Islam dan budaya lokal Nusantara yang merepresentasikan proses penerimaan dan perkembangan Islam di wilayah Nusantara.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

three × two =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.