1001indonesia.net – Kompleks Candi Dieng terletak di dataran tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa tengah, pada ketinggian 2088 m di atas permukaan laut. Areanya memanjang arah utara-selatan dengan panjang sekitar 1900 m dan lebar 800 m. Kompleks candi ini merupakan salah satu yang tertua di Pulau Jawa.
Dataran tinggi Dieng yang menjadi lokasi kompleks candi ini merupakan dataran yang terbentuk oleh kawah gunung berapi yang telah mati. Bentuk kawah jelas terlihat dari dataran yang terletak di tengah dengan dikelilingi oleh bukit-bukit. Sebelum menjadi dataran, area ini merupakan danau besar yang kini tinggal bekas-bekasnya berupa telaga.
Kompleks Candi Dieng berlatar agama Hindu beraliran Siwa. Bangunan kuno ini diperkirakan dibangun antara akhir abad ke-7 sampai awal abad ke-9 Masehi. Sampai saat ini, belum ditemukan informasi tertulis tentang sejarah Candi Dieng. Namun, para ahli menduga bahwa kompleks candi ini dibangun oleh Wangsa Sanjaya.
Di kawasan Dieng ini ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 808 M. Ditemukan juga sebuah Arca Siwa. Saat ini, arca tersebut tersimpan di Museum Nasional di Jakarta.
Pembangunan candi-candi di Kompleks Candi Dieng diperkirakan berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama berlangsung antara akhir abad ke-7 sampai dengan perempat pertama abad ke-8, meliputi pembangunan Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, dan Candi Gatotkaca. Tahap kedua merupakan kelanjutan dari tahap pertama, berlangsung sampai sekitar tahun 780 M.
Candi Dieng ditemukan kembali pada 1814. Saat itu, seorang tentara Inggris yang sedang berkunjung ke daerah Dieng melihat sekumpulan candi terendam dalam genangan air telaga.
Pada 1956, Van Kinsbergen memimpin upaya pengeringan telaga tempat kompleks candi tersebut berada. Upaya pembersihan dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1864, dilanjutkan dengan pencatatan dan pengambilan gambar oleh Van Kinsbergen.
Saat itu, pemerintah Hindia Belanda mendata ada 117 candi di deretan pegunungan purba itu. Namun sekarang, kita hanya bisa melihat sembilan candi Dieng yang masih tersisa. Sementara 108 lainnya telah hilang.
Beberapa peneliti Belanda menemukan bebatuan andesit candi berada di sepanjang jalan raya Dieng Wetan dan Dieng Kulon. Kemungkinan, masyarakat sekitar mengambil batu-batu itu dari bagian candi untuk digunakan sebagai fondasi jalan.
Luas keseluruhan kompleks Candi Dieng mencapai sekitar 1,8 x 0,8 kilometer persegi. Candi-candi di kawasan Candi Dieng terbagi dalam 3 kelompok dan 1 candi yang berdiri sendiri. Candi-candi itu dinamakan berdasarkan nama tokoh dalam cerita wayang purwa.
Ketiga kelompok candi di Kompleks Candi Dieng adalah Kelompok Arjuna, Kelompok Gatotkaca, dan Kelompok Dwarawati. Satu candi yang berdiri sendiri adalah Candi Bima.
Kompleks Candi Arjuna
Kompleks Candi Arjuna terletak di tengah kawasan Kompleks Candi Dieng, terdiri atas 4 candi yang berderet memanjang arah utara-selatan dan satu candi yang menghadap Candi Arjuna. Candi Arjuna berada di ujung selatan, kemudian berturut-turut ke arah utara adalah Candi Srikandi, Candi Sembadra, dan Candi Puntadewa.
Candi yang berada tepat di depan Candi Arjuna dinamakan Candi Semar. Keempat candi di kompleks ini menghadap ke barat, kecuali Candi Semar yang menghadap ke Candi Arjuna. Kelompok candi ini dapat dikatakan yang paling utuh dibandingkan kelompok candi lainnya di dataran tinggi Dieng.
Candi Arjuna
Candi Arjuna mirip dengan candi-candi di Kompleks Candi Gedong Sanga. Berdenah dasar persegi dengan luas sekitar 4 meter persegi. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m.
Di sisi barat terdapat tangga menuju pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara.
Pada dinding luar sisi utara, selatan, dan barat terdapat susunan batu yang menjorok ke luar dinding, membentuk bingkai sebuah relung tempat arca. Bagian depan bingkai relung dihiasi dengan pahatan berpola kertas tempel. Bagian bawah bingkai dihiasi sepasang kepala naga dengan mulut menganga. Di bagian atas bingkai terdapat hiasan Kalamakara tanpa rahang bawah.
Pada dinding di kiri dan kanan ambang pintu bangunan utara terdapat relung tempat meletakkan arca. Saat ini kedua relung tersebut dalam keadaan kosong.
Pada dinding di sisi selatan, barat dan utara terdapat relung tempat meletakkan arca. Ambang relung diberi bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan Kalamakara di atasnya. Kaki bingkai dihiasi dengan pahatan kepala naga dengan mulut menganga. Tepat di pertengahan dinding di bawah relung terdapat jaladwara (saluran air).
Atap candi berbentuk kubus bersusun, makin ke atas makin mengecil. Bagian atas dan puncak atap sudah hancur. Di setiap sisi masing-masing kubus terdapat relung dan di setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti mahkota bulat berujung runcing. Sebagian besar hiasan tersebut sudah rusak.
Di tengah ruangan di dalam tubuh candi terdapat sebuah yoni. Di sudut luar, menempel pada dinding belakang candi terdapat arca yang sudah rusak.
Candi Semar
Candi Semar merupakan candi pewara, letaknya berhadapan dengan Candi Arjuna. Denah dasarnya berbentuk persegi empat membujur arah utara-selatan. Batur candi setinggi sekitar 50 cm, polos tanpa hiasan.
Tangga menuju pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terdapat di sisi timur. Pintu masuk tidak dilengkapi bilik penampil. Ambang pintu diberi bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan kepala naga di pangkalnya. Di atas ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa rahang bawah.
Pada dinding di kiri dan kanan pintu terdapat lubang jendela kecil. Di dinding utara dan selatan tubuh candi masing-masing terdapat dua lubang yang berfungsi sebagai jendela, sedangkan di dinding barat (belakang) candi terdapat 3 buah lubang.
Ruangan dalam tubuh candi dalam keadaan kosong. Atap candi berbentuk limasan tanpa hiasan. Puncak atap sudah hilang, sehingga tidak diketahui lagi bentuk aslinya. Konon Candi Semar digunakan sebagai gudang untuk menyimpan senjata dan perlengkapan pemujaan.
Candi Srikandi
Candi Srikadi terletak di utara Candi Arjuna. Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk kubus. Di sisi timur terdapat tangga dengan bilik penampil.
Pada dinding utara terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu, pada dinding timur menggambarkan Siwa dan pada dinding selatan menggambarkan Brahma.
Sebagian besar pahatan tersebut sudah rusak. Atap candi sudah rusak sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya.
Candi Sembadra
Batur Candi Sembadra setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di pertengahan sisi selatan, timur, dan utara terdapat bagian yang menjorok keluar, membentuk relung seperti bilik penampil.
Pintu masuk terletak di sisi barat, dilengkapi dengan bilik penampil. Adanya bilik penampil di sisi barat dan relung di ketiga sisi lainnya membuat bentuk tubuh candi tampak seperti poligon. Di halaman terdapat batu yang ditata sebagai jalan setapak menuju pintu.
Sepintas Candi Sembadra terlihat seperti bangunan bertingkat karena atapnya berbentuk kubus yang ukurannya hampir sama besar dengan ukuran tubuhnya. Puncak atap sudah hancur sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca.
Candi Puntadewa
Seperti candi lainnya, ukuran Candi Puntadewa tidak terlalu besar, tetapi candi ini tampak lebih tinggi. Tubuh candi berdiri di atas batur bersusun setinggi sekitar 2,5 m. Tangga menuju pintu masuk ke dalam ruang dalam tubuh candi dilengkapi pipi candi dan dibuat bersusun dua, sesuai dengan batur candi.
Atap candi mirip dengan atap Candi Sembadra, yaitu berbentuk kubus besar. Puncak atap juga sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya.
Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca. Pintu dilengkapi dengan bilik penampil dan diberi bingkai yang berhiaskan motif kertas tempel.
Ruang dalam tubuh candi sempit dan kosong. Di ketiga sisi lainnya terdapat jendela yang bingkainya diberi hiasan mirip dengan yang terdapat di pintu. Sekitar setengah meter di luar kaki candi terdapat batu yang disusun berkeliling memagari kaki candi.
Di depan candi terdapat batu yang disusun berkeliling membentuk ruangan berbentuk bujur sangkar. Di tengah ruangan terdapat dua buah susunan tumpukan dua buah batu bulat yang puncaknya berujung runcing.
Di utara candi terdapat batu yang disusun berkeliling membentuk ruangan berbentuk persegi panjang. Di tengah ruangan terdapat dua buah batu berbentuk mirip tempayan yang lebar.
Kompleks Candi Gatotkaca
Kelompok Gatotkaca juga terdiri atas 5 candi, yaitu Candi Gatotkaca, Candi Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, Candi Petruk, dan Candi Gareng. Saat ini, yang masih dapat dilihat bangunannya hanya Candi Gatotkaca. Keempat candi lainnya hanya reruntuhannya saja yang tersisa.
Batur Candi Gatotkaca setinggi sekitar 1 m dibuat bersusun dua dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di pertengahan sisi selatan, timur, dan utara terdapat bagian yang menjorok keluar, membentuk relung seperti bilik penampil. Pintu masuk terletak di sisi barat dan, dilengkapi dengan bilik penampil. Anak tangga di batur terlindung dalam dalam bilik penampil.
Sepintas Candi Gatotkaca juga terlihat seperti bangunan bertingkat, karena bentuk atapnya dibuat sama dengan bentuk tubuh candi. Puncak atap sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca.
Sekitar setengah meter di luar kaki candi terdapat batu yang disusun berkeliling memagari kaki candi. Di halaman Kompleks Candi Gatotkaca terdapat tumpukan batu reruntuhan keempat candi lain yang belum dapat disusun kembali.
Kompleks Candi Dwarawati
Kelompok Dwarawati di Kompleks Candi Dieng terdiri atas 4 candi, yaitu Candi Dwarawati, Candi Abiyasa, Candi Pandu, dan Candi Margasari. Akan tetapi, saat ini yang berada dalam kondisi relatif utuh hanya satu candi, yaitu Candi Dwarawati.
Bentuk Candi Dwarawati mirip dengan Candi Gatotkaca, yaitu berdenah dasar segi empat dengan penampil di keempat sisinya. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 50 cm. Tangga dan pintu masuk, yang terletak di sisi barat, saat ini dalam keadaan polos tanpa pahatan.
Pada pertengahan dinding tubuh candi di sisi utara, timur, dan selatan terdapat semacam bilik penampil yang menjorok keluar membentuk relung tempat meletakkan arca. Bagian atas relung melengkung dan meruncing pada puncaknya. Ambang relung dihiasi pahatan bermotif bunga yang sederhana. Demikian juga sisi atas dinding bilik penampil. Ketiga relung pada dinding tubuh candi tersebut saat ini dalam keadaan kosong tanpa arca.
Sepintas candi ini juga terlihat seperti bangunan bertingkat, karena bentuk atapnya dibuat sama dengan bentuk tubuh candi. Di keempat sisi atap terdapat relung tempat meletakkan arca. Saat ini, relung-relung tersebut juga dalam keadaan kosong.
Puncak atap sudah tak tersisa lagi sehingga tidak diketahui bentuk aslinya. Di halaman depan candi terdapat susunan batu yang mirip sebuah lingga dan yoni.
Candi Bima
Candi Bima terletak menyendiri di atas bukit. Candi ini merupakan bangunan terbesar di antara Kompleks Candi Dieng. Bentuknya berbeda dari candi-candi di Jawa tengah pada umumnya. Kaki candi mempunyai denah dasar bujur sangkar, namun karena di setiap sisi terdapat penampil yang agak menonjol keluar, maka seolah-olah denah dasar Candi Bima berbentuk segi delapan.
Penampil di bagian depan menjorok sekitar 1,5 m, berfungsi sebagai bilik penampil menuju ruang utama dalam tubuh candi. Penampil di ketiga sisi lainnya membentuk relung tempat meletakkan arca. Saat ini semuanya dalam keadaan kosong. Tak satupun arca yang masih tersisa.
Bentuk atap candi terdiri atas 5 tingkat, masing-masing tingkat mengikuti lekuk bentuk tubuhnya, makin ke atas makin mengecil. Setiap tingkat dihiasi dengan pelipit padma ganda dan relung kudu. Kudu ialah arca setengah badan yang nampak se olah-olah sedang menjenguk ke luar. Hiasan semacam ini terdapat juga di Candi Kalasan. Puncak atap sudah hancur sehingga tidak diketahui bentuk aslinya.
*) Sumber tulisan: Kepustakaan Candi, Perpustakaan Nasional RI