Upacara Adat Seren Taun Cigugur Kuningan

10167

1001indonesia.net – Masyarakat Nusantara mempunyai beragam tradisi untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap alam atas berkahnya pada kehidupan manusia. Di antaranya adalah Upacara Adat Seren Taun yang diadakan oleh masyarakat penganut Sunda Wiwitan setahun sekali.

Upacara Adat Seren Taun merupakan ungkapan rasa syukur atas panen yang didapat tahun yang akan berlalu dan doa memohon berkah dan kelancaran di tahun yang akan datang. Dalam upacara ini terdapat ritual  penyerahan hasil bumi berupa padi yang dihasilkan dalam kurun waktu satu tahun untuk disimpan ke dalam lumbung.

Ada dua lumbung, yaitu lumbung utama (leuit sijimat, leuit ratna inten, atau leuit indung) dan lumbung kecil (leuit pangiring/leuit leutik). Lumbung utama digunakan sebagai sebagai tempat menyimpan padi ibu yang ditutupi kain putih dan padi bapak yang ditutupi kain hitam. Lumbung kecil menjadi tempat menyimpan padi yang tidak tertampung di leuit indung. Padi di kedua lumbung itu dijadikan bibit atau benih pada musim tanam yang akan datang.

Upacara adat ini mencakup baik rangkaian ritual yang bersifat sakral maupun hiburan kesenian. Dua hal tersebut menandai bahwa Upacara Adat Seren Taun merupakan bentuk penghormatan terhadap Sang Pencipta (relasi vertikal) dan sekaligus juga sebagai ajang membangun kebersamaan dan keharmonisan antarmanusia (relasi horizontal).

Ada beberapa daerah di tatar Sunda yang melaksanakan Upacara Adat Seren Taun, di antaranya adalah Kecamatan Cigugur di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Masyarakat Cigugur melaksanakannya mulai tanggal 18 Rayagung dan berpuncak pada 22 Ragayung dalam penanggalan tahun Sunda. Ada maksud tersendiri di balik pemilihan dua tanggal tersebut.

Upacara Seren Taun sebagai ekspresi syukur penganut Sunda Wiwitan di Cigugur. (Foto: Kompas/Arbain Rambey)
Upacara Seren Taun sebagai ekspresi syukur penganut Sunda Wiwitan di Cigugur. (Foto: Kompas/Arbain Rambey)

Bilangan 18 yang dalam bahasa Sunda diucapkan “dalapan welas” menyimbolkan sifat Tuhan yang Maha Welas Asih yang telah mencurahkan berkahnya bagi kehidupan seluruh makhluk di segenap penjuru bumi.

Bilangan 22 dimaknai sebagai rangkaian bilangan 20 dan 2. Padi yang digunakan pada puncak acara sebanyak 22 kuintal dengan pembagian 20 kuintal untuk ditumbuk dan dibagikan kembali kepada masyarakat, dan 2 kuintal digunakan sebagai benih untuk musim tanam berikutnya.

Bilangan 20 merefleksikan sifat wujud manusia manusia yang terdiri atas (1) getih atau darah, (2) daging, (3) bulu, (4) kuku, (5) rambut, (6) kulit, (7) urat, (8) polo atau otak, (9) bayah atau paru, (10) ari atau hati, (11) kalilipa atau limpa, (12) mamaras atau maras, (13) hamperu atau empedu, (14) tulang, (15) sumsum, (16) lamad atau lemak, (17) gegembung atau lambung, (18) peujit atau usus, (19) ginjal, dan (20) jantung. Semua unsur ini dimiliki oleh setiap manusia, lelaki maupun perempuan.

Keduapuluh sifat wujud di atas menyatukan organ dan sel tubuh dengan fungsi yang beraneka ragam sebagai satu kesatuan yang kemudian menjelma menjadi jirim (raga), jisim (nurani), dan pengakuan (aku).

Sedangkan bilangan 2 mengacu pada pengertian mendasar, yaitu adanya dualitas dalam kehidupan manusia, seperti siang-malam, suka-duka, baik-buruk, dan laki-perempuan.

Padi memiki peran sentral dalam upacara adat Seren Taun. Padi dianggap sebagai lambang kemakmuran dan sumber kehidupan.  Padi juga melambangkan Pwah Aci Sahyang Asri (Dewi Sri) yang telah memberikan kesuburan dan berkah yang melimpah bagi petani. Pwah Aci Sahyang Asri merupakan sosok legenda yang dipercaya merupakan utusan dari Jabaning Langit untuk turun ke bumi. Dalam Upacara Adat Seren Taun inilah dituturkan kembali kisah-kisah klasik pantun sunda yang bercerita tentang perjalanan Pwah Aci Sahyang Asri.

Tari Pwah Aci sebagai bentuk penghomatan terhadap Pwah Aci Sahyang Asri (Dewi Sri) yang telah memberikan kesuburan dan berkah yang melimpah bagi petani. (Foto: Kompas/Mohammad Hilmi Faiq)
Tari Pwah Aci sebagai bentuk penghomatan terhadap Pwah Aci Sahyang Asri (Dewi Sri) yang telah memberikan kesuburan dan berkah yang melimpah bagi petani. (Foto: Kompas/Mohammad Hilmi Faiq)

Terdapat enam prosesi utama yang dilakukan selama lima hari (18-22 Rayagung), yaitu : 1) penyalaan obor-obor sebagai pembuka yang disebut Damar Sewu; 2) pembuangan hama yang disebut Pesta Dadung/Seribu Kentongan; 3) Helaran Budaya; 4) mendoakan bibit padi yang dilakukan dengan Kidung Spiritual dan Ngareremokeun; 5) menjemput bibit padi dan hasil bumi yang disebut Ngajayak; dan 6) menumbuk padi yang disebut nutu sebagai puncak upacara.

Upacara Adat Seren tahun yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Cigugur ini merupakan kekayaan tradisi Nusantara yang harus dilestarikan. Di dalamnya terkandung kebijaksanaan lokal warisan leluhur yang sangat berharga, tentang bagaimana manusia berhubungan secara harmonis dengan alam sekitar dan  sesamanya. Juga tentang sifat kerendahhatian manusia, bahwa apa yang dihasilkannya bukan hasil jerih payahnya semata, tapi juga karena berkah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Tari Buyung, salah satu tari yang dimainkan dalam rangkaian upacara adat Seren Taun. (Foto: Kompas/Arbain Rambey)
Tari Buyung, salah satu tari yang dimainkan dalam rangkaian upacara adat Seren Taun. (Foto: Kompas/Arbain Rambey)

Upacara adat ini juga telah mengundang banyak wisatawan, baik wisatawan lokal maupun mancanegara, untuk datang menyaksikannya. Jika dikembangkan lebih lanjut tentu akan memberi dampak positif bagi masyarakat setempat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

twenty − one =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.