1001indonesia.net – Ulu Ambek adalah seni pertunjukan asal Padang Pariaman, Sumatra Barat, yang menampilkan kemahiran bermain pencak silat para anak muda Minang. Dimainkan oleh 2 penari, pertarungan pencak silat diperagakan secara indah.
Pada seni pertunjukan ini, penari memperlihatkan keterampilannya sebagai seorang pendekar yang menunjukkan keindahan, kekokohan, ketangkasan, kelincahan, dan kecerdasan dalam bersilat.
Ulu Ambek mempunyai beragam nama, tergantung daerah pemiliknya, seperti Alo Ambek, berasal dari kata alau (halau) dan ambek (hambat); Luambek, berasal dari kata lalu (lewat) dan ambek (hambat); Ulue Ambek berasal dari kata ulue (julur) dan ambek (hambat); dan Ulu Ambek, berasal dari ulu (hulu) dan ambek (hambat).
Berdasarkan semua nama atau sebutan itu, secara umum Ulu Ambek bermakna serangan dan tangkisan. Pertunjukan ini menampilkan kemahiran bersilat. Dipertontonkan keterampilan bertarung dengan gerakan menyerang dan menangkis tanpa adanya kontak fisik.
Baca juga: Pencak Silat, Seni Bela Diri Asli Indonesia
Gerakan dalam pertunjukan Ulu Ambek diiringi irama musik vokal dampeang yang dilantunkan oleh dua orang. Tanpa dampeang penari tidak akan bergerak. Dampeang merupakan aba-aba dalam permainan Ulu Ambek.
Kesenian Ulu Ambek dimainkan di atas laga-laga yang lantainya terbuat dari bambu. Ditunjuk dua orang sebagai janang, yaitu pemimpin pertarungan yang bertindak sebagai wasit. Jalannya pertarungan akan diawasi oleh para ninik mamak atau penghulu dari nagari-nagari yang terlibat.
Pertujukan Ulu Ambek memiliki aturan yang harus ditaati, tak hanya oleh orang yang terlibat dalam pertarungan, tetapi juga semua orang yang hadir di hari pertunjukan. Ketika pertunjukan sedang berlangsung, tidak boleh ada pertunjukan lain pada saat yang sama. Kebisingan yang mengganggu jalannya pertunjukan juga dilarang seperti suara knalpot sepeda motor.
Selama pertunjukan berlangsung, ada aturan tentang standar harga dagangan yang ditetapkan oleh ninik mamak atau penghulu. Setiap pedagang yang berjualan di sekitar arena tidak boleh menaikkan harga dagangannya dan harus tunduk dengan aturan standar harga tersebut.
Semua aturan itu ditetapkan karena pertunjukan Ulu Ambek merupakan pertunjukan beradat yang diklaim sebagai suntiang (mahkota) ninik mamak atau penghulu. Dikatakan sebagai suntiang artinya Ulu Ambek merupakan kehormatan bagi ninik mamak yang dipinjamkan kepada anak muda sebagai permainan.
Dengan kata lain, pemilik Ulu Ambek adalah ninik mamak. Itu sebabnya, sebelum memainkannya, anak muda diwakili oleh kapalo mudo (pemimpin muda) diharuskan “meminjam” Ulu Ambek serta memohon restu kepada ninik mamak.
Selain harus “meminjam” Ulu Ambek dari para penghulu, kedua petarung juga harus meminta restu pada gurunya, saudara seperguruan, janang (wasit), serta anggota kelompoknya masing-masing. Proses yang disebut basalam ini dilakukan oleh petarung secara khusyuk. Mereka menyalami orang-orang tersebut seolah-olah dirinya akan pergi ke tempat jauh dalam waktu yang sangat lama dan belum tentu akan kembali.
Ulu ambek dipertunjukkan pada suatu alek nagari, yaitu pesta atau semacam festival yang diadakan oleh sebuah nagari otonom yang melibatkan nagari-nagari lain sebagai alek atau tamu. Alek nagari itu sendiri diadakan dalam rangka peresmian penobatan penghulu baru atau momentum adat yang penting lainnya.
Bagi masyarakat setempat, Ulu Ambek merupakan pertaruhan harga diri bagi sebuah nagari. Apabila sebuah nagari tidak dapat mengangkat acara adat di nagari mereka maka nagari tersebut akan mendapat malu dan dipandang rendah oleh nagari lainnya. Oleh sebab itu, setiap nagari mempunyai motivasi tersendiri untuk mampu mengadakan acara Ulu Ambek.
Selain sebagai permainan anak nagari, seni pertunjukan kemahiran bersilat ini juga berperan sebagai penyambung silaturahmi antarnagari. Pada masa silam, permainan ini digunakan sebagai sarana menyelesaikan konflik antarkaum atau konflik antarnagari.
Lewat permainan silat ini pihak-pihak yang bersengketa tidak perlu mengangkat senjata dan mengobarkan peperangan yang akan menimbulkan banyak korban serta kerugian yang besar bagi kedua belah pihak.
Mohd Nefi Imran (2004) menyebut, seni pertunjukan ini merupakan salah satu seni terbesar dalam masyarakat Minangkabau, khususnya Padang Pariaman. Menurutnya, berhubungan erat dengan ajaran sufi (tasawuf).
Pertunjukan silat Ulu Ambek tak hanya semata menampilkan keindahan gerak silat menyerang dan menangkis. Serangan dan tangkisan itu juga merupakan simbol pemberian dan penerimaan dari seorang guru atau syeikh atau kapalo mudo kepada muridnya. Substansi pemberian dan penerimaan itu adalah pembelajaran budi dan pengetahuan spiritual.
Dilansir dari Padang.harianhaluan.com, Ulu Ambek masih hidup di beberapa wilayah di Kabupaten Padang Pariaman sampai saat ini. Pada 2015, kesenian ini ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda nasional oleh Kemendikbud.
Baca juga: Blenggo Rebana, Kesenian Tari Silat dari Betawi