Madihin, Kekayaan Seni Tutur dari Banjarmasin Kalimantan Selatan

1775
Kesenian Madihin Khas Banjar
Pertunjukan kesenian Madihin khas Banjar. (Foto: Kabarkalsel.info)

1001indonesia.net – Madihin adalah salah satu bentuk seni tutur yang tumbuh dan berkembang di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Sastra lisan ini sempat populer di kalangan orang Banjar pada 1970-an. Tidak hanya mendengar di radio, kala itu masyarakat bahkan membeli kasetnya.

Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa Arab yang berarti nasihat, tapi bisa juga berarti pujian atau mengucapkan syair sebagai pujian.

Madihin diperkirakan sudah ada sejak tahun 1800, setelah Islam masuk dan berkembang di Kalimantan. Sastra ini banyak dipengaruhi oleh kesenian Islam, yaitu kasidah dan syair-syair bercerita yang dibaca oleh masyarakat Banjar.

Fungsi Madihin

Seni tutur khas Banjar ini sering dibawakan pada acara perkawinan. Dalam pertunjukannya, masing-masing pamadihinan (seniman Madihin) memegang alat musik terbang yang diletakkan di atas paha dekat lutut mereka.

Tidak ada aturan mengenai kostum yang harus dipakai pamadihinan dalam pertunjukkannya karena yang paling penting dalam kesenian ini adalah pelantunan syair. Namun, agar pertunjukan lebih menarik, biasanya pemadihinan memakai kostum khas Banjar.

Selain berfungsi sebagai hiburan, pembacaan sastra lisan ini berfungsi sebagai nasihat, media informasi, pengarahan agama, dan media untuk mengumpulkan masyarakat.

Pertunjukan

Awalnya, kesenian ini dipertontonkan pada malam hari. Namun, di masa sekarang, juga bisa dilakukan di siang hari sesuai permintaan. Durasinya 2 hingga 3 jam.

Di masa lalu, Madihin biasa digelar di tempat terbuka, seperti halaman atau lapangan. Kini Madihin sering dilantunkan di dalam gedung pertunjukan.

Pertunjukannya dibawakan oleh 1 sampai 4 pamadihinan. Mereka melantunkan syair dengan topik sesuai yang disampaikan pada rentak pembukaan dan perkenalan. Hal yang paling penting dalam pertunjukan ini adalah berpantun.

Instrumen Madihin

Alat musik yang digunakan untuk mengiringi pelantunan Madihin berupa terbang atau rebana bergaris tengah sekitar 30 cm. Bahannya dari kayu pohon jingah, bisa juga pohon nangka. Gendangnya terbuat dari kulit kambing, dikencangkan dengan lingkaran rotan.

Terbang kecil itu digunakan pamadihinan sebagai pendukung utama dari materi syair-syair yang disajikannya. Seorang pamadihinan harus memiliki keterampilan memainkan rebana sesuai dengan penyajian syair-syair yang dibacakan.

Irama musik yang dimainkan oleh pamadihinan mempunyai notasi yang sama dan datar atau monoton, kecuali pada saat-saat prolog dan epilog, yang iramanya terjadi perubahan nada yang menunjukkan tanda awal dan akhir kesenian Madihin itu disajikan.

Syair Madihin

Madihin merupakan penyajian syair dalam bahasa Banjar. Syair-syair itu terdiri atas bait-bait yang tidak tentu jumlah barisnya. Setiap baris memiliki hukum puisi terikat dengan bunyi akhir baris yang selalu sama.

Pamadihinan biasanya menyajikan syair-syair tentang kehidupan, nasihat kepada pengantin baru, pendidikan agama Islam, dan riwayat nabi-nabi.

Yang unik dan menarik dari pertunjukan seni tutur ini adalah adanya tema saling sindir-menyindir di antara para pamadihinan. Seakan-akan ada dua pihak yang saling berpolemik. Situasi ini sering kali menarik perhatian dan mengundang respons spontan dari penonton.

Masih bertahan hingga sekarang

Sampai saat ini sastra lisan khas Banjar ini masih bertahan, meski tidak sepopuler dulu. Kesenian Madihin digelar untuk memeriahkan berbagai acara. Antara lain pada peringatan hari-hari besar kenegaraan dan keagamaan, perkawinan, khitanan, untuk menghibur tamu penting, menyambut kelahiran anak, pasar malam, festival budaya, pesta panen, dan lain-lain.

Baca juga: Rabab Pariaman, Tradisi Pertunjukan Lisan dari Sumatra Barat

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

thirteen − 11 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.