Tjong A Fie Mansion, Wisata Bersejarah di Kota Medan

1622
Tjong A Fie Mansion
Tjong A Fie Mansion (Foto: tjongafiemansion.org)

1001indonesia.net – Rumah Tjong A Fie atau Tjong A Fie Mansion yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Medan, menjadi tempat wisata bersejarah. Rumah ini menjadi saksi bisu peran seorang Tionghoa dalam pembangunan Kota Medan di masa lampau.

Tjong A Fie (1860-1921) merupakan seorang perantau dari Provinsi Guangdong, China, yang kemudian menghabiskan sisa hidupnya di Medan. Di kota itu, dari seorang pekerja serabutan, ia mampu menjadi seorang bankir dan pengusaha yang kaya-raya.

Semasa hidupnya, Tjong A Fie dikenal sangat dermawan. Ia juga memiliki peranan besar dalam pembangunan kota Medan kala itu. Ia menyumbang pembangunan Jembatan Berlian. Jam besar di puncak gedung balai kota lama juga hasil sumbangannya.

Ia membangun kelenteng di Jalan Keling dan Pulo Brayan. Di Pulo Brayan, ia juga membangun tempat pemakaman, dan menyediakan kumpulan kematian yang bertugas untuk memelihara kuburan.

Tjong A Fie membangun rumah sakit yang diberi nama Tjie On Tjie Jan. Ia juga membangun rumah sakit khusus untuk merawat pasien penyakit lepra di Pulau Sicanang.

Ia bahkan turut membangun kerukunan dan pembauran dalam masyarakat yang beragam. Ia menyumbang untuk pembangunan beberapa masjid. Salah satunya adalah Masjid Lama Gang Bengkok yang seluruh biaya pembangunannya ditanggung olehnya di atas tanah wakaf dari Datuk Haji M. Ali.

Sampai sekarang, Masjid Lama Gang Bengkok masih digunakan dan menjadi saksi sejarah pembauran antaretnis di Kota Medan.

Baca juga: Masjid Lama Gang Bengkok Medan, Sumatra Utara

Tak hanya masjid dan kelenteng, Tjong A Fie juga membantu pembangunan gereja dan kuil Hindu, tempat beribadah orang-orang India di Medan. Tjong A Fie juga banyak membantu pembangunan sekolah, baik sekolah Islam, Kristen, maupun sekolah Tionghoa.

Selain berkiprah dalam dunia bisnis, Tjong A Fie juga aktif dalam dunia politik. Ia diangkat sebagai Kapitan Tionghoa (Majoor der Chineezen) untuk memimpin komunitas Tionghoa di Medan, menggantikan kakaknya, Tjong Yong Hian.

Dengan rekomendasi dari Sultan Deli, Tjong A Fie menjadi anggota Dewan Kota (Gemeenteraad) dan Dewa Kebudayaan (Cultuuraad). Ia juga diangkat sebagai penasihat pemerintah Hindia Belanda untuk urusan Tionghoa.

Satu hal yang luar biasa adalah penolakan Tjong A Fie terhadap peonale sanctie, yaitu hukuman keras yang diberikan kepada kuli yang melanggar kontrak. Kuli yang melarikan diri sebelum habis masa kontrak akan dikejar dan ditangkap, kemudian dimasukkan ke dalam penjara. Berlakunya peonale sanctie membuat nasib buruh kontrak perkebunan tak ubahnya seperti budak belian.

Sebagai pemilik perkebunan kala itu, penolakan Tjong A Fie terhadap peonale sanctie dan sikapnya yang membela kepentingan kaum buruh sungguh tidak umum. Pemilik perkebunan lain tidak suka terhadap sikapnya. Mereka bahkan menuduhnya sebagai pengkhianat.

Pada 1926, Tjong A Fie meninggal akibat pendarahan otak. Ia mewasiatkan seluruh kekayaannya, baik yang ada di Sumatra maupun di luar Sumatra, untuk dikelola oleh Yayasan Toen Moek Tong. Yayasan itu harus didirikan di Medan dan Sungkow pada saat ia meninggal.

Ia berpesan agar yayasan tersebut memberikan bantuan keuangan kepada pemuda berbakat dan berkelakuan baik yang ingin menyelesaikan pendidikannya. Ia juga meminta agar yayasan itu membantu mereka yang tidak mampu bekerja dengan baik karena cacat. Yayasan juga diminta untuk membantu para korban bencana alam.

Semua bantuan itu diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan tanpa memandang agama, suku, maupun warna kulitnya.

Karena pengaruhnya yang besar dan rasa penasaran warga atas sosoknya, kediamannya dibuka untuk umum sejak 2009. Pintu gerbang rumah itu terbuka untuk kunjungan turis antara pukul 09.00-17.00.

Gerbang itu dilengkapi atap kecil khas rumah Tionghoa. Dengan tiket masuk seharga Rp35.000 per orang, pengunjung dapat menjelajah kediaman Tjong A Fie yang berdiri sejak 1900 ini. Di sana, para pengunjung bisa melihat keindahan rumahnya sambil membayangkan kehidupan di sekitarnya sekitar satu abad lampau.

Di rumah ini, pengunjung bisa mengetahui sejarah kehidupan Tjong A Fie lewat foto-foto yang ditinggalkannya. Dari lukisan dan perabot rumah tangga yang ada di Tjong A Fie Mansion, pengunjung bisa belajar budaya Tionghoa.

Rumah tersebut didesain dengan gaya arstitektur Tionghoa, Eropa, dan Melayu. Bisa jadi arsitektur rumah ini menggambarkan sosok Tjong A Fie sendiri yang multikultural. Selain berhubungan dengan orang Tionghoa, ia juga dikenal dekat dengan semua kalangan, termasuk dengan orang Melayu, Arab, India, dan Belanda.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

nineteen − fourteen =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.