Tepuk Tepung Tawar, Adat yang Teradatkan Masyarakat Melayu Riau

Syauqy Robanny, Muhammad Nazri, A. Nurfuadi

6934
Tepuk Tepung Tawar
Foto: riauberbagi.blogspot.com/

1001indonesia.net – Melayu Riau memiliki berbagai macam adat dan kebiasaan. Salah satunya ialah upacara adat Tepuk Tepung Tawar. Upacara adat ini tidak bersumber dari mana-mana, tapi kemudian menjadi kebiasaan hidup yang dipraktikkan oleh masyarakat Melayu Riau. Sebab itu, Tepuk Tepung Tawar disebut sebagai adat yang teradatkan.

Tepuk Tepung Tawar merupakan salah satu tradisi dalam masyarakat melayu untuk mengiringi upacara-upacara perkawinan, khitanan, syukuran, sarana penyembuhan, dan lain sebagainya.

Dengan kata lain, Tepuk Tepung Tawar dapat dilaksanakan hampir pada semua upacara yang ada pada masyarakat Melayu, yang bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur serta memberikan doa selamat dan doa restu, sebagaimana tergambar dalam ungkapan adat berikut:

Tepung Tawar memberikan berkah

Sepanjang jalan menjulang marwah

Supaya jalan yang ditempuh mendapat tuah

Dunia akhirat diridhoi Allah

Makna doa dan restu terkandung dalam bahan-bahan yang dipakai sebagai perlengkapan dalam tradisi khas Melayu Riau ini. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam upacara adat ini sebagai berikut:

  1. Bahan Penepuk/Perenjis, terdiri atas daun setawar, daun sedingin, daun ati-ati, daun gandarusa, dan daun juang-juang. Daun penepuk tepung tawar berjumlah empat jenis yang merujuk pada konsep empat arah mata angin pada masyarakat Melayu. Empat juga mengarah pada konsep arah, yaitu atas, bawah, depan, belakang. Serta menunjukkan empat malaikat utama dalam ajaran Islam, yaitu Jibril, Mikail, Israfil, dan Izrail. Keempat daun diikat menjadi satu dengan akar ribu-ribu atau benang yang terdiri dari tujuh warna yang melambangkan keberagaman masyarakat Melayu.
  2. Bahan Tabur, terdiri atas beras tabur dan bunga rampai.
  3. Bahan Renjis, menggunakan bedak limau, yaitu bedak sejuk yang dilarutkan dalam air limau dan air mawar. Bedak limau memiliki makna menyucikan hati dan membersihkan jiwa.
  4. Air Percung, yaitu air mawar dan limau yang diletakkan dalam sebuah wadah khusus berleher panjang dengan lubang kecil di atasnya. Air Percung biasanya hanya digunakan pada Tepuk Tepung Tawar yang mengiringi upacara perkawinan. Air Percung memiliki makna kultural yang tergambar dalam ungkapan adat berikut:

Air Percung tanda ikhlas

Ikhlas dalam bergaul

Ikhlas dalam bercakap

Ikhlas dalam beri-memberi

Ikhlas dalam tolong-menolong

Prosesi Tepuk Tepung Tawar

Pertama-tama dilakukan penjemputan tokoh yang akan diminta sebagai penepuk tepung tawar dengan tepak sirih. Singgasana serta perlengkapan lainnya disediakan untuk orang yang akan di-Tepuk Tepung Tawar. Singgasana bisa menggunakan kursi yang dihias.

Pelaksanaan upacara adat ini dipandu oleh pembawa acara atau biasa disebut Datuk Pebilang. Prosesi diawali dengan lantunan ayat suci al-Qur’an sebagai bentuk hubungan antara adat Melayu dengan Islam. Setelah itu pembawa acara menyebutkan ungkapan-ungkapan adat sekaligus menyebutkan nama para penepuk dan urutannya.

Jumlah penepuk tepung tawar harus ganjil. Jumlah ganjil melambangkan keseimbangan sebagaimana tergambar pada ungkapan melayu, “Kalau genap tanda kurang, bila ganjil tanda berlebih.”

Orang-orang atau tokoh-tokoh yang menepuk tepung tawar meliputi beberapa unsur, yaitu keluarga dekat yang tertua, perwakilan dari pemerintah, pimpinan, sahabat, dan alim ulama.

Setelah orang yang akan ditepuk duduk, Datuk Pebilang akan memanggil nama penepuk tepung tawar dan seorang pembawa tepak sirih yang akan menyodorkan tepak sirih pada penepuk berdasar urutannya.

Setelah itu, penepuk mengambil ikatan daun perenjis lalu mencelupkannya ke dalam wadah yang berisi air renjis bedak dingin. Lalu direnjiskan/dipercikkan kedua telapak tangan atau pundak orang yang ditepuk. Bagian yang boleh direnjis adalah bagian dada ke bawah. Tidak diperbolehkan merenjis hingga bagian kepala.

Setelah merenjis dilanjutkan dengan menjumput (mengambil dengan dua jari) beras kuning, beras basuh, beras bertih, dan bunga rampai untuk ditaburkan pelan-pelan ke dua pundak dan ke kedua telapak tangan orang yang ditepuk secara bergantian. Menaburnya tidak boleh melewati leher ke atas.

Tahap terakhir adalah memercikkan air percung. Sama halnya dengan merenjis dan menaburkan beras, percikkan air percung hanya disekitar pundak dan kedua telapak tangannya. Namun, tidak semua Tepuk Tepung Tawar menggunakan air percung. Prosesi pemercikan air percung kebanyakan terdapat pada Tepuk Tepung Tawar dalam upacara perkawinan.

Usai melakukan prosesi Tepuk Tepung Tawar, penepuk kembali ke tempat duduk semula untuk bergantian dengan penepuk lainnya.

Pelaksanaan upacara adat ini diiringi dengan musik ghebano (rebana) dengan lantunan syair-syair barzanji, dzikir, marhaban, atau sholawat. Musik baru berhenti setelah alim ulama sebagai penepuk penutup selesai menepuk tepung tawar dan mengangkat tangan untuk berdoa. Doa ini menandai berakhirnya seluruh serangkaian prosesi Tepuk Tepung Tawar.

Usai doa, undangan dipersilakan menikmati hidangan yang disediakan oleh tuan rumah.

Meskipun Tepuk Tepung Tawar sudah menjadi adat yang teradatkan, pelaksanaannya tidak selalu sama, baik praktik penyelenggaraannya maupun alat-alat yang digunakan. Namun, walaupun cara dan praktik di beberapa tempat berbeda-beda, satu hal yang pasti bahwa upacara adat ini bertujuan untuk mendoakan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

thirteen − 11 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.