1001indonesia.net – Suku Mentawai punya tradisi tato yang dianggap sebagai tato tertua di dunia. Keberadaan tato Mentawai terbilang sangat unik dan luar biasa. Bagi suku Mentawai, tato tak sekadar hiasan tubuh. Tato melambangkan sesuatu dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kebudayaan tradisional suku Mentawai.
Bagi masyarakat Suku Mentawai, tato memiliki makna keseimbangan. Mereka menganggap semua hal memiliki jiwa sehingga objek, seperti batu, hewan, dan tumbuhan, harus diabadikan di tubuh mereka.
Tato merupakan busana abadi orang Mentawai yang dapat mereka bawa mati. Dikatakan sebagai busana karena biasanya masyarakat suku Mentawai akan membuat tato di sekujur tubuh mereka. Bahkan alasan orang Mentawai menato tubuh mereka adalah agar kelak setelah meninggal, mereka dapat saling mengenali leluhur mereka.
Tato ini juga berfungsi sebagai alat komunikasi, yaitu untuk menunjukkan jati diri dan perbedaan status sosial dalam masyarakat. Masing-masing klan keluarga juga memiliki ciri khas tatonya sendiri-sendiri.
Jenis tato juga disesuaikan dengan kedudukan dan pekerjaan yang bersangkutan. Seorang pemburu akan memiliki tato bergambar binatang tangkapannya, seperti rusa, burung, monyet, atau babi. Sedangkan sikerei (dukun Mentawai) dikenal dengan adanya gambar bintang sibalu-balu di tubuh mereka. Sibalu-balu merupakan bintang yang menyerupai matahari, menjadi simbol bagi kemahiran seorang dukun dalam meramal kehidupan.
Seni lukis di atas kulit di suku Mentawai berusia sangat tua. Keberadaannya telah ada sejak kedatangan leluhur mereka di Pantai Barat Sumatera. Mereka adalah bangsa Proto Melayu yang berasal dari daratan Asia (Indochina), datang ke Nusantara sekitar tahun 1500–500 SM atau pada zaman Logam.
Keberadaan tato Mentawai bahkan lebih dulu dibandingkan tato Mesir yang sebelumnya dinilai sebagai seni tato tertua. Tato Mesir dimulai sejak 1300 SM.
Baca juga: Tato Dayak, Tato Asli Indonesia yang Terkenal Hingga Mancanegara
Jika pada umumnya pelukisan tato dapat selesai dalam waktu singkat, proses pembuatan tato Mentawai membutuhkan waktu lama karena prosesnya dilakukan secara bertahap dan tidak boleh dilakukan sembarang waktu.
Tato di Suku Mentawai dilakukan melalui 3 tahap. Tahap pertama dilakukan di usia 11 sampai 12 tahun pada bagian pangkal lengan. Kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua di usia 18 sampai 19 tahun pada bagian paha. Tahap terakhir dilakukan ketika seseorang telah dianggap dewasa.
Proses penatoan dilakukan oleh sipatiti atau sipaniti, sebutan bagi seniman titi (tato) di Suku Mentawai. Sipatiti akan menggambar sketsa tato dengan lidi. Bentuk garis-garis yang merupakan motif khas tato Mentawai tidak sembarang ditorehkan melainkan mengikuti rumusan jarak tertentu. Biasanya sistem pengaturan jarak ini memanfaatkan jari, misal satu jari, dua, dan seterusnya.
Sketsa tersebut kemudian diberi warna dengan memasukkan tinta ke dalam kulit. Prosesnya tidak menggunakan mesin, tetapi menggunakan peralatan tradisional dengan bahan-bahan pewarna alami.
Pada suku Mentawai, pemasukan tinta ke dalam kulit menggunakan jarum kecil yang dipasang di kayu kecil. Jarum biasanya terbuat dari tulang hewan atau kayu karai yang diruncingkan.
Jarum tersebut lantas dipukul-pukul kecil melalui alat kayu sehingga dapat masuk ke dalam kulit namun tidak menembus daging. Jarum kecil itu diberi pewarna alami dari campuran daun pisang dan arang tempurung kelapa.
Tradisi ini memang menyakitkan dan tak jarang menyebabkan efek demam untuk mereka yang ditato. Bagian tubuh yang baru ditato biasanya akan bengkak dan berdarah selama beberapa hari.
Yang unik, bayaran bagi seniman tato setelah melakukan pekerjaannya bukanlah uang seperti pada umumnya. Sipatiti diberi imbalan berupa seekor babi untuk pekerjaannya.