1001indonesia.net – Sempat menjadi kontroversi, reog Ponorogo adalah ekspresi seni perlintasan peradaban. Komponen utama reog adalah topeng besar dengan larah yang juga besar. Topeng besar ini dipakai dengan cara digigit. Dikatakan sebagai seni perlintasan karena wujud topeng reog merupakan ekspresi serumpun barong (naga) dalam seni Bali, namun dituangkan dalam wujud singa barong menyerupai naga.
Gelaran Reog Ponorogo biasanya terdiri dari beberapa tokoh. Warok yang mewakili wewarah yang merupakan tekad suci dan perlindungan tanpa pamrih. Muka garang sebenarnya mewakili keberanian untuk memberikan perlindungan. Jathil adalah penari dengan kuda lumping yang dibuat dari bambu. Penari ini seperti pengiring yang mempunyai peran dalam menyatakan semangat. Ganongan adalah penari bertopeng yang mewakili suasana rancak dan kocak.
Pada posisi utama ada barongan atau dadak merak, yaitu penari dengan topeng yang amat besar. Topeng ini mempunyai wajah singa barong, dan dengan bulu merak yang menghiasi rentang besar hiasan kepala sekitar 2,3 meter. Topeng ini dipakai dengan cara digigit. Meski beratnya hampir 50 kilogram, sang penari harus mampu menarikannya. Dalam gelaran, biasanya topeng ini juga diduduki salah satu dari jathil, yang membuat topeng bertambah berat.
Ada ragam kisah yang melatari reog. Baik sebagai cerita mengenai pemberontakan Ki Ageng Kutu pada masa akhir Majapahit, atau sebagai cerita pertikaian antara Ponorogo dan Kediri.
Reog Ponorogo populer selama beberapa generasi. Kekuatan dari reog adalah kemampuannya memadukan antara menguatkan identitas Ponorogo dengan peristiwa-peristiwa yang khas dari komunitas tertentu.