Peter Smith, Jatuh Cinta pada Gamelan saat Pandangan Pertama

1945
Peter Smith, Jatuh Cinta pada Gamelan saat Pandangan Pertama
Peter Smith (Foto: BBC INDONESIA)

1001indonesia.net – Suatu ketika, Peter Smith diminta membantu membuka paket gamelan yang baru tiba di kampus. Ia masih di semester I jurusan musik di Universitas York, Inggris, saat itu.  Salah seorang profesornya membeli gamelan dan membawanya ke universitas. Begitu ia membuka kotak paket, pandangannya terpukau pada gamelan. Ia langsung jatuh cinta pada perangkat alat musik tradisional asal Jawa itu.

Seperti yang dilansir Kompas (4/9/2017), Peter Smith kagum dengan bentuk fisik gamelan yang indah. Baginya, bentuk gamelan lebih menarik daripada piano atau bahkan biola karena alat musik tradisional asli Indonesia ini memiliki ukir-ukiran kayu yang rumit. Apalagi ketika Peter mendengar suaranya. Menurutnya, suara gamelan bukan hanya indah didengar, tapi mampu merasuk ke dalam jiwa.

Awalnya Peter belajar piano. Ia kemudian tertarik untuk belajar gamelan di bawah asuhan Profesor Neil Sorrel. Setelah tiga tahun belajar di Universitas York, ia ingin mengasah kemampuannya langsung ke sumbernya di Solo.

Keinginannya terkabul berkat program beasiswa Darmasiswa. Pada 1992-1995, Peter belajar gamelan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta yang sejak 2006 menjadi Institut Seni Indonesia Surakarta.

Awalnya, ia berencana hanya setahun belajar gamelan di Solo. Namun ternyata, Peter betah tinggal di tinggal di Solo sehingga ia memperpanjang masa belajarnya. Baginya, Solo seperti kampung halamannya di Jericho, Oxford. Orang-orangnya ramah dan senang mengobrol. Apalagi ia merasa cocok dengan makanan Solo yang menurut lidahnya terasa enak.

Ia akhirnya tinggal tiga tahun di kota Solo. Di sana, ia menjalin persahabatan dengan banyak seniman, seperti dalang, perajin gamelan, dan komunitas-komunitas karawitan di Solo, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, dan Boyolali.

Di Solo, pria yang kemudian lancar berbahasa Jawa halus ini bahkan memiliki nama panggilan “Parto”. Sampai sekarang ia masih rutin berkunjung ke Solo karena ia selalu merindukan kota itu. Dalam setahun, bisa dua kali Peter ke Solo.

Di antara seperangkat gamelan, Peter mengaku paling menyukai gender. Baginya suara gender terdengar lembut. Gender bisa dimainkan mengalir mengikuti lantunan gending tanpa terpaku pada notasi. Sebenarnya, ia juga bisa memainkan kendang, meski ia mengakui bermain kendang lebih sulit sehingga ia merasa kurang piawai memainkannya.

Mengajar Gamelan

Setelah menyelesaikan studinya, Neil Sorrel lantas meminta Peter untuk mengajar gamelan di pusat kesenian terbesar di London, Southbank Centre. Ia menerimanya dengan senang hati. Peter rajin mengenalkan dan mengajarkan gamelan kepada pelajar SD, SMP, hingga para mahasiswa di Inggris. Tidak terasa, 20 tahun sudah ia aktif mengenalkan gamelan di Inggris.

Saat ini, Peter Smith menjadi pelatih ahli di Southbank Centre. Ia juga mengajar gamelan di Oxford University. Ia aktif memberikan pelatihan kepada masyarakat umum dalam program kursus gamelan tingkat dasar untuk pemula hingga tingkat lanjut. Ternyata banyak orang Inggris yang suka gamelan.

Selain di London, Peter juga mengajar komunitas gamelan di Graz, Austria, dan Budapest. Komunitas gamelan berkembang di banyak negara Eropa. Di Inggris sendiri, saat ini terdapat lebih dari 150 kelompok gamelan.

Bersama rekan-rekannya, Peter mendirikan kelompok karawitan yang dinamai Siswa Sukra. Sebagai kelompok karawitan mandiri, Siswa Sukra memiliki hubungan dekat dengan Southbank Centre. Mereka berlatih rutin setiap malam Jumat di Southbank Centre.

Nama Siswa Sukra diusulkan oleh salah seorang anggotanya, Richard. Siswa berarti murid, sedangkan Sukra berarti Jumat. Sehingga Siswa Sukra berarti para murid yang berlatih bersama setiap malam Jumat.

Siswa Sukra beranggotakan masyarakat umum pecinta gamelan dengan berbagai latar belakang profesi. Mereka sering pentas bersama di Southbank Centre. Bahkan di bulan Agustus ini mereka menggelar pementasan gamelan hingga mengiringi pagelaran wayang kulit di beberapa kota di Indonesia. Kegiatan ini difasilitasi oleh Kemdikbud RI.

Peter Smith yang di Solo akrab disapa Pete (seperti orang Jawa menyebut petai) mengungkapkan betapa senangnya anggota Siswa Sukra bisa mengunjungi Indonesia. Dari 25 anggota yang ikut, 20 di antaranya belum pernah menginjakkan kakinya ke Indonesia. Rutin setiap minggu berlatih gamelan, tetapi mereka sama sekali belum merasakan suasana Indonesia, tempat gamelan berasal.

Di Solo, mereka tidak hanya unjuk kebolehan, tetapi juga mengasah kemampuan dengan berlatih di bawah arahan dosen ISI Surakarta dan pengrawit profesional di Solo. Peter sendiri sangat senang, karena ia bisa membawa teman-temannya ke tempat di mana ia belajar dulu.

Selain membawa kedamaian bagi jiwa manusia, bermain gamelan bagi Peter bisa memperkuat rasa kebersamaan dan kekeluargaan. Ini karena gamelan harus dimainkan oleh beberapa orang dalam sebuah tim.

1 Komentar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

one × 2 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.