1001indonesia.net – Menjelang Hari Raya Nyepi adalah saat yang dinanti para pemuda dari Banjar Negarasakah dan Banjar Sweta di Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Saat itu, mereka akan tenggelam dalam keseruan Perang Api.
Perang Api merupakan tradisi turun-temurun yang sudah berusia ratusan tahun. Tradisi ini merupakan ritual tolak bala untuk mengusir wabah penyakit yang dibawa bhuta kala atau roh-roh jahat yang bersemayam di muka bumi dan mengganggu kehidupan manusia.
Dalam tradisi unik ini, dua kelompok pemuda saling berhadapan. Mereka “berperang” menggunakan senjata bobok (daun kelapa yang kering) yang membara. Saat bobok telah dinyalakan, para pemuda dari kedua kelompok bergerak. Mereka putar-putarkan bobok menyala lalu pukulkan bara api itu ke kelompok lawan.
Peserta dari kedua kelompok begitu bersemangat untuk saling serang. Panasnya api dari bobok yang membara tak sedikit pun menyiutkan nyali mereka.
Meskipun kegiatan ini berbau kekerasan, namun tak ada dendam di antara mereka. Setelah kegiatan selesai, para pemuda itu saling bersalaman dan berpelukan. “Peperangan” ini justru semakin memperkukuh persaudaraan di antara mereka.
Tradisi Perang Api biasanya dilaksanakan usai pawai ogoh-ogoh, pada petang terakhir sebelum pelaksanaan catur brata penyepian. Menjelang malam, perang pun berakhir. Bobok itu kemudian dibawa pulang untuk dibakar kembali, sebagai tanda hilangnya keburukan dan musibah di muka bumi.
Tradisi Perang Api yang digelar tiap tahun ini digelar oleh umat Hindu di Cakranegara, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Di masa silam, warga berperang menggunakan jerami sisa panen padi. Namun, karena sekarang sulit mendapatkan jerami, warga beralih menggunakan bobok.
Konon, tradisi ini bermula saat warga Sweta dan Negarasakah diserang wabah penyakit yang mematikan. Perang Api kemudian dilakukan untuk penolak bala dari berbagai serangan wabah penyakit.
Perang Api juga tidak dilakukan sembarangan. Warga yang ikut Perang Api harus menyiapkan diri baik-baik. Tidak punya niat buruk untuk melukai lawan saat perang. Sebab itu, sebelum perang api dimulai, bobok yang dipakai harus diperiksa terlebih dahulu, apakah di dalamnya ada benda keras atau benda tajam.
Bobok juga tidak boleh diikat menggunakan ikat tali, tapi menggunakan daun agar cepat terurai saat api mengenai tubuh lawan. Kalau diikat menggunakan plastik akan menyakiti lawan dan apinya bertahan lama mengenai kulit.
Baca juga: Perang Topat, Merayakan Keberagaman di Pura Lingsar Lombok