Okol, Tanding Gulat Madura untuk Meminta Hujan

oleh Siti Muniroh

2307
Okol, Tanding Gulat Madura untuk Meminta Hujan
Tradisi gulat okol di Madura dilangsungkan saat kemarau tiba sebagai simbol permohonan warga agar hujan turun sekaligus sebagai hiburan bagi para petani. (Foto: lintasmaduranews.com)

1001indonesia.net – Musim kemarau cukup lama berada di wilayah-wilayah Madura. Hujan sudah berapa waktu tak turun jua. Hal ini membuat sejumlah Kyai dan masyarakat meriung di tanah lapang maupun tegalan.

Seorang Kyai sepuh memimpin jamaah (jemaat) untuk melakukan shalat Istisqa (shalat minta hujan). Setelah itu, ia duduk bersila bersama kyai lainnya dan masyarakat guna mendaraskan Ayat Kursi dan doa-doa lainnya (wirid) kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan siraman air dari langit.

Selepas pendarasan ini, sudah menjadi kebiasaan sebagian warga Madura yakni di wilayah Kecamatan Proppo, Palengaan, Pegantenan, Pamekasan, Tlanakan, dan Larangan menggelar pertandingan Okol, yaitu bergulat satu lawan satu.

Rebutan Air

Menurut H. Fadil, sesepuh di Desa Nyalabu Daja, Kecamatan Pamekasan, dahulu terjadi kekurangan air akibat musim kemarau panjang. Banyak warga lantas mendatangi sumber air. Setiba mereka di lokasi, satu sama lain saling berebut untuk mendapatkan akses yang pertama kali terhadap air. Perebutan ini kian lama menjadi perseteruan sengit yang berujung kepada adu kekuatan saling mendorong. Adu kekuatan ini adalah bergulat.

Namun, gulat ini tidaklah berujung kepada balas dendam yang melarut melainkan terbatas kepada soal siapa yang berhak lebih dahulu mendapatkan air. Sejak itulah okol menjadi tradisi warga Madura bila musim kemarau tiba.

Peserta okol biasanya memiliki tubuh kuat, gempal, dan berotot, sehingga dalam permainan akan memberikan warna yang menarik ketika mereka saling dorong untuk menjatuhkan lawan. Namun, dalam perkembangannya, laki-laki, di usia mana pun, bebas memilih postur badan lawannya lantaran sudah diketahui secara umum bahwa yang menjadi pemenang bukanlah hanya bermodalkan fisik besar.

Mengapa demikian? Sebab dalam pertandingan ini juga diperlukan kuda-kuda (pertahanan kaki) yang kokoh, tehnik ataupun taktik, dan adu otot untuk bisa menjatuhkan lawan.

Jalannya Pertandingan

Adu otot ini dipimpin oleh seorang wasit. Aturan-aturan permainan disampaikan oleh wasit sebelum acara tanding dimulai. Aturan-aturan tersebut antara lain peserta mula-mula harus melepaskan segala atribut yang dikenakan, seperti baju, cincin, jam tangan, kalung. Sebab, dalam pertandingan ini yang diperlukan adalah adu kekuatan yang dimiliki badan masing-masing.

Tidak boleh pula memukul, menendang, dan menggigit lawan. Tidak diperkenankan pula menyerang kepala lawan. Bahkan kuku jari pun harus dipotong sebelum permainan dimulai.

Jadi, dalam permainan okol betul-betul murni mengandalkan kekuatan dorongan tubuh. Biasanya, diperlukan 5 sampai 10 menit untuk bisa menjatuhkan lawan.

Dua orang laki-laki lalu masuk ke dalam sebuah lingkaran yang bergaris tengah 3 meter. Saling berhadapan dan bersiaga. Saat keduanya bertubrukan, para penonton yang padat mengelilingi arena adu laga ini saling memberi semangat dan meneriakkan yel-yel kepada jagonya sambil bersorak sorai.

Suasana seperti itu benar-benar ramai dan menarik perhatian. Tidak ada amarah, apalagi dendam kesumat di masa lalu atas lawan dari orang yang didukungnya. Semuanya bergemuruh bersorak gembira.

Permainan Okol ini benar-benar utuh untuk menggalang suasana senang dan gembira. Kalaupun ada juara dalam pertandingan itu, hadiah yang diberikan pun tak lebih dari sekadar hadiah hiburan semata. Tergantung dari kapasitas rembugan para warga.

Ada warga yang memberi hadiah kaos, jam tangan, baju, dan bahkan hanya rokok. Sebab, media permainan benar-benar dibuat sebagai wadah membangun kebersamaan yang diarahkan di dalam suatu tempat, yakni di arena pertandingan. Kebersamaan untuk menghibur satu sama lain khususnya para petani yang tengah menunggu kesuburan tanaman mereka.

Para penonton dari semua usia hadir di arena itu, apalagi para sepuh. Bagi mereka permainan ini menjadi sejarah tersendiri lantaran hal ini adalah merupakan menarik pada masa mereka muda dulu.

Untuk memeriahkan suasana pertandingan, iringan musik yang biasa digunakan dalam permainan pencak silat Madura pun ditabuhkan. Iringan ini terdiri dari alat-alat musik yang sederhana, seperti kenong, gong, tongtong, dan alat pendukung lainnya.

Tongtong adalah alat musik yang sangat kuno. Jaap Kunst berpendapat bahwa sebagian besar tongtong (kentongan) yang terbuat dari bambu dan kayu berasal dari jaman pra-Hindu. Ada pula tongtong yang terbuat dari pangkal batang pohon siwalan (disebut dhungdhung), menjadi orkhestra kentongan yang biasa digunakan untuk mengiringi acara ini

Irama yang monoton ini ditabuh tak jauh dari arena pertandingan. Nuansanya pun menjadi sakral, seperti irama doa masyarakat agar dilimpahi hujan untuk kebutuhan ladang pertanian mereka.

Tak jauh dari area pertandingan ini, para ibu dan remaja putri menyiapkan makanan dan minuman untuk para peserta dan masyarakat yang menonton. Hal ini menambah meriah dan menunjukkan bahwa kegiatan okol ini menjadi wadah silaturrahmi dan gotong royong para anggota masyarakat penyelenggara.

Bagi para remaja putri, sang pemenang adu tanding ini menjadi idola mereka. Ibarat kesatria yang memenangkan pertarungan dan tentunya membuat bangga siapa pun remaja putri yang dapat merebut hati kesatria tersebut.

Pertandingan akan diakhiri bila mulai ada rintik-rintik hujan yang turun ke muka bumi. Peserta yang dinyatakan sebagai pemenang adalah dia yang dapat membuat lawan terjatuh. Bukan hanya membuat lawan berposisi miring, melainkan jatuh dengan punggung menempel ke tanah. Bila peserta dapat menjatuhkan lawan namun ia terjatuh pula, maka ia belum dinyatakan sebagai pemenang.

Namun, seiring berjalannya waktu terdapat perubahan dalam tradisi gulat khas Madura ini. Jika biasanya okol hanya dimainkan di saat musim panas berlangsung, kini di musim hujan pun tetap digelar.

Takrib, salah satu panitia penyelenggara mengatakan bahwa masyarakat di desanya sudah menganggap kalau Okol ini bukan sekadar tradisi untuk meminta hujan, melainkan sudah menjadi hiburan. Apalagi petani membutuhkannya saat musim hujan berkepanjangan dan banyak tanaman mereka yang gagal panen.

Sukarman, peserta Okol yang biasa bermain dari desa ke desa, mengatakan bahwa terdapat 6 desa yang masih menyelenggarakan tradisi ini, salah satunya adalah Desa Nylabuh Laok.

Apakah permainan Okol yang digelar di musim hujan dapat dikatakan sebagai tindakan yang melanggar pakem? Sukarman menjawab bahwa hal ini tidak sama sekali melanggar. Sebab bila niatnya adalah hiburan, maka menjadi tidak masalah. Dikatakan melanggar tradisi menurutnya, apabila Okol ini dijadikan ajang perjudian dan permusuhan.

Sumber:

  • http://madib.blog.unair.ac.id/ethnography-of-madura/budaya-musik-daerah-etnis-madura/
  • http://www.jatimtimes.com/baca/106038/20151024/062910/asal-mula-tradisi-okol-di-pamekasan/
  • http://www.beritajatim.com/gaya_hidup/250565/ritual_minta_hujan,_warga_pamekasan_gelar_okol.html
  • http://www.lontarmadura.com/okol-pertarungan-tradisi-madura-untuk-memohon-hujan/
  • http://www.pulaumadura.com/2015/01/tradisi-okol-madura-tradisi-minta-hujan.html

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

one × three =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.