Nh. Dini, Berpulangnya Sastrawan Besar Indonesia

1943
NH Dini
NH Dini (Foto: provoke-online.com)

1001indonesia.net – Indonesia kembali kehilangan sastrawan besarnya. Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin atau Nh. Dini meninggal dunia dalam usia 82 tahun, Selasa (4/12/2018), pukul 16.00 di Rumah Sakit Elisabeth, Semarang. Penulis novel Pada Sebuah Kapal ini mengalami kecelakaan lalu lintas di ruas jalan tol kilometer 10 Kota Semarang, di tanjakan kawasan Tembalang.

Mobil yang dinaiki Dini, tersodok truk yang meluncur mundur setelah mogok di tanjakan. Dini yang mengalami luka parah di bagian kaki dan kepala sempat menjalani perawatan intensif di RS Elisabeth. Namun, jiwanya tidak tertolong setelah dirawat selama empat jam.

Nh. Dini merupakan penulis yang produktif. Ia telah menulis lebih dari 20 buku. Dini mulai menulis syair dan sajak sejak usia 9 tahun. Di sekolah menengah, sajak dan cerita pendeknya sering mengisi majalah dinding.

Pada 1951, ketika ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama kelas II, tulisannya berjudul “Pendurhaka” dimuat di majalah Kisah, dan mendapat sorotan dari HB Jassin. Kumpulan cerpennya Dua Dunia diterbitkan ketika ia masih SMA. Selain menulis, Dini juga aktif membacakan prosa berirama di RRI Semarang.

Kebanyakan di antara novel-novelnya itu bercerita tentang wanita. Buku-bukunya banyak dibaca kalangan cendekiawan, dan jadi bahan pembicaraan sebagai karya sastra. Dini pernah meraih Anugerah Sastra Asia Tenggara (The SEA Write Award) dari Kerajaan Thailand pada 2003.

Selama empat tahun terakhir, Dini tinggal di Wisma Lansia Harapan Asri, Banyumanik, Semarang. Ia menjual semua asetnya dan memilih untuk tinggal di wisma tersebut karena tidak ingin merepotkan keluarga. Bahkan beliau memesan tempat dan menunggu sampai enam bulan sebelum akhirnya dapat tinggal di wisma.

Dini memang seorang yang mandiri. Pada ulang tahunnya yang ke-80, ia berucap, “”Kalau aku mati nanti, aku ingin dikremasi. Aku tidak ingin merepotkan.” Sejak ia berpisah dengan suaminya pun, ia memilih hidup dan mengurusi dirinya sendiri.

NH Dini
Nh Dini bersama putrinya, Marie-Claire Lintang Simonetti. (Foto: CNNIndonesia Free Watermark/Dok. Marie-Claire Lintang Simonetti)

Dengan meninggalnya Nh. Dini, Indonesia kehilangan seorang sastrawati besar, pencerita teguh yang tokoh-tokohnya memuliakan perempuan. Beberapa karya Nh. Dini yang terkenal, antara lain Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975) atau Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati yang Damai (1998). Novel terbarunya terbit Maret lalu berjudul Gunung Ungaran: Lerep di Lerengnya, Banyumanik di Kakinya.

Di luar karyanya, Nh. Dini adalah seorang feminis yang konsisten mengangkat isu-isu perempuan sekaligus pejuang lingkungan. Karyanya jauh lebih dikenal dan dihargai di luar negeri daripada di negeri sendiri.

Nh. Dini lahir di Semarang pada tahun kabisat, tepatnya pada 29 Februari 1936, dari pasangan Salyowijoyo dan Aminah. Ia merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai pegawai perusahaan kereta api.

Dini menuturkan bahwa orangtuanya mengajari anak-anaknya untuk hidup sederhana, bercermin dari kehidupan orang kampung. Tak jarang, mereka disuruh membagikan makanan untuk orang-orang kampung yang kekurangan makan oleh sang ibu. Dengan cara itu, mereka bisa tahu bahwa banyak orang yang tak beruntung bisa makan seperti mereka.

Sang ibu juga yang berjasa dalam menghidupkan imajinasi Dini melalui dongeng dan cerita yang sering ia kisahkan. Sang ibunda selalu bercerita pada Dini tentang apa yang diketahui dari bacaannya. Kebiasaan sang ibunda punya pengaruh besar membentuk watak Dini akan lingkungannya. Dini menjadi senang dengan dunia tulis-menulis dan membaca.

Di masa mudanya, Dini pernah menjadi seorang pramugari. Ia kemudian menikah dengan Yves Coffin, seorang diplomat Perancis yang sedang bertugas di Indonesia, pada 1960. Mereka dikaruniai sepasang anak. Anak keduanya, Pierre-Louis Padang Coffin, merupakan sutradara dan animator film box office Despicable Me dan Minions. Putri sulungnya, Marie-Claire Lintang Coffin, aktif di dunia pendidikan dan tinggal di Kanada.

Dua puluh tahun, ia melanglang buana mengikuti suaminya yang bertugas. Namun, pada 1984, Dini memutuskan bercerai dari suaminya. Pada 1985, ia mendapatkan kembali kewarganegaraan Indonesia melalui pengadilan di Jakarta.

Di tanah air, ia aktif dalam Wahana Lingkungan Hidup dan Forum Komunikasi Generasi Muda Keluarga Berencana.  Pada 1986,  ia mendirikan Pondok Baca NH Dini sebagai sarana untuk mempromosikan minat baca ke anak-anak Indonesia.

Pada 2017, penulis novel dan pegiat feminisme itu mendapat penghargaan Lifetime Achievement Award Ubud Writers & Readers Festival 2017. Ia mendapatkan anugerah tersebut saat acara Gala Opening UWRF di Puri Saren Ubud, Bali, pada Rabu, 25 Oktober 2017.

Nh. Dini dinilai sebagai sosok perempuan penulis yang aktif dan berkontribusi penting dalam perjalanan sastra Indonesia sejak 1960-an dengan mengangkat isu perempuan dalam karyanya. Penghargaan tersebut terakhir kalinya diberikan kepada mendiang Sitor Situmorang pada 2010.

NH Dini
Nh. Dini diapit oleh putranya, Pierre Louis Padang Coffin, dan Janet DeNeefe, pendiri dan direktur Ubud Writers and Readers Festival, saat menerima penghargaan Lifetime Achievement Award di Bali. (Foto: The Jakarta Post/Anggara Mahendra)

Kepergian Nh. Dini tentu merupakan kehilangan besar bagi Indonesia. Namun, namanya akan terus dikenang. Karya-karyanya akan terus dibaca dan ditafsir ulang, meski ia sudah tidak mampu menulis lagi. Demikianlah hidup seorang pengarang. Meski ia sudah tiada, melalui guratan penanya, ia hidup abadi. Selamat jalan NH Dini.

*) Diolah dari berbagai sumber.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

fourteen + 8 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.