1001indonesia.net – Tradisi ngurek atau nguying merupakan bagian dari upacara keagamaan di Bali. Dalam tradisi yang bisa dibilang ekstrem tersebut, para peserta menusuk diri mereka sendiri dengan keris. Selama ritual ini, para peserta dalam kondisi tidak sadar atau dalam bahasa Bali disebut kerauhan.
Istilah ngurek sendiri berasal dari kata urek yang berarti melubangi atau menusuk. Selain keris, tombak ataupun alat sejenis lainnya juga bisa digunakan dalam ritual itu.
Anehnya, para peserta yang menusukkan keris ke tubuhnya sendiri itu seakan tak merasakan kesakitan sedikit pun. Dalam kondisi kerauhan ia mendapatkan bantuan para roh sehingga tubuhnya menjadi kebal.
Kapan tepatnya tradisi ini bermula di Bali, tidak ada yang tahu pasti. Yang pasti usianya sudah ratusan tahun. Konon, tradisi ini dimulai ketika suatu ketika seorang raja ingin membuat pesta yang tujuannya untuk menunjukkan rasa syukur kepada Sang Pencipta dan sekaligus menunjukkan kedigdayaan para prajuritnya.
Secara garis besar, ritual ngurek atau ngunying terdiri atas tiga tahap. Pertama, diawali dengan nusdus, yaitu upacara penyucian dengan asap/api untuk merangsang para pelaku agar segera kerasukan. Kemudian masolah, yaitu para pelaku yang sudah kerasukan roh mulai menari dengan iringan lagu atau koor kecak atau bunyi-bunyian gamelan. Terakhir ngaluwur yang berarti mengembalikan kesadaran para pelaku.
Tradisi ngurek merupakan bagian dari upacara Dewa Yadnya sebagai perwujudan pengabdian manusia kepada Sang Hyang Widi Wasa. Saat upacara, para roh diminta untuk berkenan memasuki raga orang-orang yang telah dipilih. Masuknya roh-roh ke raga manusia menjadi pertanda bahwa roh-roh yang diundang telah berkenan hadir dalam upacara tersebut.
Tradisi ngurek dilaksanakan di sebagian besar wilayah adat Bali. Bahkan di sejumlah tempat di Bali, tradisi tersebut wajib dilakukan.