1001indonesia.net – Suku Laut atau Suku Sampan, sering juga disebut Orang Laut, merupakan suku yang tinggal di wilayah perairan Kepulauan Riau. Diperkirakan ada 44 kelompok Suku Laut dengan populasi sedikitnya 12.800 jiwa. Sebagian besar, atau 30 kelompok di antaranya, tersebar di pulau-pulau kecil sekitar Kabupaten Lingga.
Seperti namanya, kehidupan masyarakat Suku Laut sangat bergantung pada sumber daya di laut. Sebagai negara maritim dengan luas laut lebih besar dari luas daratan, maka wajar jika laut menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Nusantara. Bagi Orang Laut Laut, lebih dari sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya, laut memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan mereka, yaitu sebagai tempat tinggal dan sumber penghidupan.
Menggantungkan hidupnya pada laut, sebagian besar Orang Laut di Lingga telah tinggal menetap di pesisir sebagai nelayan. Namun, masih ada sebagian kecil yang hidup secara nomaden dengan berpindah-pindah tempat menggunakan sampan beratap daun nipah.
Di Kepulauan Riau, mereka juga dikenal juga sebagai Orang Pesukuan. Orang Laut juga memiliki nama lainnya yang mengacu kepada tempat tinggal mereka, yaitu Orang Mantang (mendiami Pulau Mantang), Orang Tambus (mendiami Kampung Tambus, Pulau Galang), Orang Mapor (mendiami Pulau Mapor), hingga nama Bajau yang digunakan sebagai sinonim Orang Laut di perairan Ruang-Lingga.
Untuk hidup, mereka mencari ikan dengan peralatan sederhana, seperti tempuling, tombak, dan serampang.
Suku Laut menghuni wilayah Melayu-Lingga sejak tahun 2500-1500 Sebelum Masehi sebagai bangsa Melayu Tua (Proto Melayu). Mereka menyebar ke sebagian besar wilayah Sumatera melalui Semenanjung Malaka.
Orang Laut memiliki peran penting pada kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Malaka, dan Kesultanan Johor. Mereka menjaga selat-selat, mengusir bajak laut, hingga memandu para pedagang ke pelabuhan kerajaan-kerajaan tersebut.
Dalam sejarah Melayu disebutkan, Orang Laut dikenal sebagai penjaga wilayah perairan kesultanan, pasukan perang, dan bertugas untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan laut bagi pihak kesultanan.
Pada zaman Orde Baru, pemerintah menggolongkan Suku Laut sebagai “masyarakat terasing”. Orang Laut dianggap tertinggal, baik dari segi tingkat pendidikan, kualitas kesehatan, kondisi dan lokasi tempat tinggal, maupun jenis pekerjaan, dibanding umumnya warga Indonesia.
Sebab itu, pemerintah Orde Baru melalui Departemen Sosial berupaya mengubah cara hidup Suku Laut dengan membuat pemukiman bagi mereka. Di pulau-pulau utama Kepri, seperti Batam dan Bintan, pemerintah membangunkan rumah bagi Orang Laut agar mereka bisa mengejar ketertinggalan dan menyesuaikan diri dengan kehidupan modern.
Namun, hal itu tidak juga berhasil membuat warga Suku Laut hidup beradab sesuai standar pemerintah. Orang Laut yang dipaksa ”mendarat” oleh pemerintah itu kini justru hidup sangat miskin.
Saat ini, pemerintah juga mengupayakan perbaikan kehidupan Suku Laut. Namun, berbeda dengan pemerintah di masa lalu, bantuan yang diberikan sekarang tidak untuk menghapuskan cara hidup Orang Laut, tetapi untuk memberdayakan dan meningkatkan taraf hidup mereka.
Baca juga: Tradisi Kenduri Laut Masyarakat Pesisir Pulau Sumatra