Mengenal Sistem Subak di Pertanian Pulau Bali

Oleh Rennata Heriatna*

3907

1001indonesia.net – Bali memang pulau yang penuh dengan pesona keindahan. Hampir di setiap sudut pulau, pesona keindahan tersebut dapat dengan mudah ditemukan. Mulai dari keindahan daerah pantai, pedesaan, perkotaan, hingga aliran kepercayaan yang seakan-akan tidak pernah berhenti menarik perhatian untuk terus dikagumi. Tidak heran banyak orang yang jatuh hati kepada pulau indah ini. Salah satu tempat yang banyak menarik perhatian orang untuk datang ke Bali adalah area persawahannya. Dan, ketika kita sudah berada di area persawahan ini, kita akan berkenalan secara langsung dengan Subak.

Bagi mereka yang mendalami ilmu pertanian sudah pasti tidak akan asing lagi ketika mendengar kata Subak. Subak inilah yang membuat pulau Bali dikenal memiliki area persawahan dengan sistem irigasi yang baik. Banyak peneliti yang datang, baik dari dalam negeri ataupun luar negeri, untuk mempelajari lebih jauh tentang Subak ini. Salah satunya adalah John S. Amber (1990) yang menyatakan bahwa Subak sebagai prinsip pengolahan irigasi yang unggul dan maju.

Namun, walaupun diakui oleh banyak orang, tidak semua orang bisa menjalankan sistem Subak. Sistem ini memiliki beberapa ketentuan yang tidak banyak diketahui orang. Misalnya, pelaksanaannya diatur oleh sebuah kelompok masyarakat yang terdiri atas para pemangku adat. Sebab, dalam masyarakat Bali, sistem ini terkait erat dengan kebudayaan dan tradisi setempat. Inilah mengapa ketika kita berkunjung ke area Subak, terkadang diadakan acara-acara adat. Baik acara adat yang dilakukan perseorangan ataupun yang dilakukan dengan bersama-sama.

Selain dikelola oleh sebuah kelompok, bentuk dari Subak juga sarat akan ajaran-ajaran Hindu. Bentuknya yang tersusun ke bawah dan menggunakan sifat dasar air yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah seakan-akan menggambarkan kasta-kasta yang ada pada ajaran Hindu. Petak sawah yang berada di bawah tidak akan bisa mendapatkan aliran air jika petak sawah di atasnya tidak mengalirkan air. Petak sawah dalam sistem Subak saling terhubung dan saling tergantung satu sama lain. Sama seperti kasta Brahmana yang menjadi sosok penting bagi kasta-kasta yang berada di bawahnya dalam ajaran Hindu.

Banyak ilmuwan dalam ataupun luar negeri yang telah mempelajari kearifan lokal pada sistem Subak. Satu di antaranya yang mendapat menarik perhatian umum adalah penelitian yang dilakukan oleh J. Lansing. Yang menyatakan pentingnya sistem irigasi tradisional Bali.

Pada 1987, Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali untuk mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak. Melalui penelitian yang dilakukannya, ia membuktikan keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini. Dan, baru pada tahun 2012, UNESCO menyatakan bahwa Subak (Bali Culture Landscape) sebagai situs warisan dunia pada sidang pertama mereka yang dilaksanakan di Saint Petersburg, Rusia.

Dari Subak kita dapat mendapatkan sebuah pelajaran bahwa alam semesta sebenarnya sudah menyediakan seluruh kebutuhan manusia. Hanya tinggal manusianya saja yang dapat mengolahnya atau tidak. Subak termasuk salah satu warisan leluhur yang masih dipertahankan masyarakat Bali karena terbukti ampuh menyelesaikan permasalahan yang mereka temui dalam pertanian.

Jadi, masih perlukah kita mencari solusi lain dari permasalahan yang sedang kita hadapi sementara kita sendiri memiliki budaya lokal yang menyediakan solusi nyata?

Cintailah ajaran leluhur kita.

Sumber:

  • http://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/subak-filosofi-keserasian-dalam-masyarakat-agraris-pulau-dewata
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Subak_(irigasi)

*Penulis adalah seorang blogger. Tulisannya yang lain dapat Anda temukan di sayanusantara.blogspot.co.id.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

13 + 19 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.