1001indonesia.net – Musik melayu ghazal berkembang di Kepulauan Riau, terutama di Pulau Penyengat. Musik ini merupakan hasil akulturasi atau perpaduan antara budaya Melayu setempat dan budaya Timur Tengah yang dibawa saudagar Arab dan Persia pada abad ke-18.
Di semenanjung Arab, musik ghazal dikenal sebagai musik irama padang pasir yang dipengaruhi budaya India. Pada dasarnya, seni ghazal merupakan puisi yang berima di tiap-tiap barisnya dengan pola yang sama.
Biasanya, isi dari seni ghazal ini mengekspresikan derita hari karena kehilangan atau perpisahan. Syair jenis ghazal ini pertama kali ditulis oleh penyair asal Persia, Jalaluddin Rumi, pada abad ke-13 M.
Di Kepulauan Riau, musik ghazal berkembang di Kerajaan Melayu. Masuknya musik ghazal di Kepulauan Riau tidak lepas dari peran seorang tokoh bernama Lomak. Awalnya, Lomak menyebarkan ghazal di daerah Johor, Malaysia. Lambat-laun, ghazal berkembang ke berbagai daerah di sekitarnya, termasuk Pulau Penyengat.
Agar lebih dapat diterima masyarakat Melayu, Lomak mengembangkan dan memodifikasi musik ghazal. Yang mulanya kental dengan budaya Arab, musik ghazal kemudian “dimelayukan” dengan variasi alat musik serta dipadukan dengan syair dan pantun-pantun Melayu.
Baca juga: Zapin, Tarian Rumpun Melayu Pengaruh Arab
Selain itu, nuansa mendayu-dayu yang sering muncul pada irama-irama Melayu sesuai dengan musik ghazal yang melankolis. Hal itu membuat musik ghazal mudah diserap ke dalam budaya Melayu.
Musik melayu ghazal dapat melahirkan suasana rasa yang berbeda-beda bagi pendengarnya. Tempo cepat dan sedang menghasilkan suasana yang gembira. Untuk menggambarkan suasana kesedihan, kerinduan, dan sejenisnya digunakan tempo musik yang lebih lambat.
Beberapa jenis lagu yang sering dibawakan pada musik melayu ghazal antara lain “Soleram”, “Gunung Banang”, “Sri Mersing”, “Sri Kedah”, “Sri Tamiang”, “Sri Taman”, dan “Pak Ngah Balik”. Lagu-lagu tersebut diciptakan oleh para ahli musik melayu ghazal.
Ada pula jenis lagu yang diadopsi dari pantun-pantun Melayu, seperti pantun “Patah Hati” dan “Embun Berderai”. Pantun “Patah Hati” mengisahkan perjalanan seseorang yang sedang merantu. Di perantauan, ia teringat kembali akan kampung halamannya dan rindu untuk kembali pulang.
Sementara pantun “Embun Berderai” menceritakan hubungan rumah tangga yang akhirnya harus berakhir karena hal yang tidak diinginkan. Meski sebenarnya, di dalam hati keduanya tak ingin berpisah dengan pasangan.
Dalam pertunjukuan seni musik melayu ghazal, digunakan beberapa jenis alat musik yang cukup khas, di antaranya:
- Syarenggi, merupakan jenis alat musik yang menyerupai tongkat kayu dan memiliki 3 tali. Alat musik ini dimainkan dengan cara digesek.
- Sitar, alat musik sitar mirip dengan gitar. Bentuknya lebih bundar di bagian bawah. Pada bagian bawah itu terdapat pengait tali senar, fungsinya sebagai pengatur nada dasar. Cara memainkannya dengan dipetik.
- Harmonium, merupakan alat musik yang bentuknya seperti balok kotak dan terbuat dari kayu. Tuts nadanya hampir menyerupai piano. Cara memainkannya dengan menggunakan pompaan udara pada bagian tengah kotak.
- Tabla, merupakan alat musik pukul dengan bentuk bundar. Pada bagian atas yang dipukul, dibuat dari kulit yang dibalutkan dari atas hingga ke bawah. Tali jahitan tersebut digunakan sebagai pengatur tinggi rendahnya nada. Caranya dengan mengencangkan atau mengendurkan tali tersebut
Hingga saat ini, musik melayu ghazal masih bertahan dan terus berkembang. Selain semakin piawai dalam memainkan peralatan musiknya, para seniman musik melayu gazhal pun melakukan berbagai inovasi dengan menambah jumlah lagu dalam musik tersebut.
Musik melayu ghazal terus dimainkan dalam berbagai kesempatan dan menjadi hiburan dalam berbagai upacara adat atau ketika menyambut tamu kehormatan.
Baca juga: Rebana, Alat Musik Tradisional Melayu