1001indonesia.net – Salah satu hal yang bisa dipelajari dari pandemi saat ini adalah pentingnya solidaritas dalam kehidupan kita. Solidaritas mempererat ikatan antarwarga, memunculkan sisi terbaik manusia untuk saling peduli pada sesama, dan meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam masa-masa krisis akibat pandemi.
Secara umum, kita bisa mendefinisikan solidaritas sebagai kesediaan untuk mendukung atau membantu liyan yang membutuhkan yang didasarkan atas adanya kesamaan, seperti tujuan, pengalaman, ataupun keadaan.
Dari definisi di atas, tampak bahwa solidaritas merupakan nilai tersendiri yang berbeda dengan empati ataupun kemurahan hati.
Jika empati merupakan respons yang bersifat kognitif dan afektif terhadap apa yang dirasakan orang lain, solidaritas melangkah lebih jauh. Tak sekadar perasaan dan pemahaman, solidaritas terwujud dalam tindakan nyata untuk membantu orang lain keluar dari masalahnya.
Solidaritas juga berbeda dengan pemberian bantuan atau derma yang didasarkan atas kemurahan hati. Pemberian derma dilakukan atas dasar adanya perbedaan, yaitu orang yang berpunya memberikan bantuan pada orang yang tidak berpunya.
Sebaliknya, solidaritas meski dilakukan di antara orang-orang dari latar belakang yang berbeda, dilakukan atas dasar kesamaan, entah itu kesamaan tujuan, keadaan, ataupun musuh/ancaman.
Dalam arti ini, solidaritas tidak berlangsung secara searah, namun ada timbal balik di antara kedua belah pihak. Ada hubungan kesalingan sehingga baik orang yang memberi maupun yang menerima dukungan mendapatkan manfaat.
Solidaritas juga tidak terjadi dalam relasi yang tertutup, tetapi merupakan hasil dari kegiatan sosial dan politik manusia. Itu sebabnya, tindakan solidaritas bisa meluas, mampu menarik banyak orang ikut terlibat.
Solidaritas dilakukan di atas kesadaran bahwa sebagai makhluk biologis dan sosial-budaya, manusia saling tergantung antara satu sama lain. Kesejahteraan dan tercapainya tujuan individu juga tergantung dengan kesejahteraan dan kepentingan individu-individu lain.
Solidaritas terbukti menjadi kekuatan masyarakat menghadapi masa-masa sulit. Masyarakat saling bantu dan bergotong royong, bahu-membahu berdasarkan kemampuannya masing-masing untuk meringankan beban sesama.
Tak seperti yang ditakutkan banyak orang, krisis yang terjadi ternyata tak membuat warga menjadi anarkis, tapi justru menumbuhkan sisi-sisi terbaik dalam diri manusia.
Di awal pandemi, memang sempat terjadi panic buying, tapi itu tidak berlangsung lama. Orang kemudian sadar, bahwa dalam kondisi sulit, pikiran tenang dan rasional justru semakin dibutuhkan. Alih-alih memunculkan sifat egois untuk menyelamatkan diri sendiri, kepedulian terhadap sesama justru tumbuh di mana-mana.
Maraknya gerakan solidaritas ini menumbuhkan harapan: betapa pun sulitnya keadaan, kita tidak sendiri.
Memperkuat dan memperluas solidaritas
Merebaknya solidaritas yang tumbuh dari inisiatif warga tentu perlu kita rayakan. Solidaritas sangat diperlukan dalam mempererat hubungan antarwarga, menjadikan masyarakat dapat terus bertumbuh dan menjadi semakin tangguh.
Namun, agar sifatnya langgeng dan tidak hanya muncul ketika dunia sedang dilanda masalah besar, nilai ini perlu diperkuat. Untuk itu, solidaritas perlu dibudayakan agar menjadi semangat yang menjiwai semua dimensi dalam kehidupan bersama, termasuk dalam menyusun kebijakan publik.
Ke depannya kita juga perlu memperluas solidaritas. Tak hanya kepada sesama manusia (anthroposentris), solidaritas perlu diperkuat dan diperluas pada semua makhluk hidup (biosentris).
Sebab, manusia tak hanya saling bergantung dengan sesamanya, tetapi juga terhadap semua makhluk hidup lain. Sama seperti makhluk hidup lainnya, manusia adalah anggota dari komunitas kehidupan di bumi.
Dengan demikian, memperkuat solidaritas antarwarga dan memperluas solidaritas terhadap semua makhluk hidup menjadi tanggung jawab kita sekarang dan ke depan.
Lagi pula, pandemi ini membuktikan, masyarakat yang paling tangguh menghadapi masa-masa krisis bukan yang paling modern atau yang paling taat aturan, tetapi yang paling kuat nilai solidaritasnya.
Baca juga: Tjilik Riwut, Palangkaraya sebagai Rumah Betang