Megengan, Tradisi Warga Pesisir Utara Jawa Menyambut Bulan Ramadhan

2825
Tradisi Megengan Menyambut Bulan Suci Puasa
Foto: jelajahkampung.com

1001indonesia.net – Terdapat berbagai tradisi dalam menyambut bulan suci Ramadhan di Nusantara. Tak terkecuali warga di beberapa daerah di pesisir utara Pulau Jawa yang menyambut bulan suci puasa dengan tradisi Megengan.

Megengan berasal dari kata megeng yang berarti menahan, yaitu menahan diri dari hawa nafsu untuk menyambut datangnya bulan puasa. Tradisi peninggalan Kanjeng Sunan Kalijaga ini biasanya dilakukan menjelang minggu terakhir di bulan Sya’ban.

Secara simbolik, upacara Megengan menjadi penanda bahwa manusia akan memasuki bulan puasa yang sangat disucikan di dalam Islam. Untuk itu, diadakanlah semacam upacara selamatan untuk menandainya.

Tradisi Megengan dilakukan di beberapa daerah di pesisir utara Pulau Jawa, antara lain Demak, Bojonegoro, Lamongan, dan Tuban. Pelaksanaan tradisi disesuaikan dengan budaya setempat. Biasanya masyarakat Jawa bersama-sama melakukan ziarah kubur. Mereka membersihkan makam, menaburinya dengan bunga, dan tidak lupa mengirim doa bagi leluhur dan para kerabat yang telah kembali ke haribaan yang Maha Kuasa.

Pada malam harinya, mereka mengadakan selamatan atau kenduri dengan mengundang para tetangga untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal. Selamatan juga bisa diadakan bersama-sama oleh seluruh warga setempat di langgar/mushola.

Saat ini, berbagai daerah bahkan menggelar upacara adat ini dengan lebih meriah. Di Demak misalnya, sejumlah acara kesenian rakyat digelar untuk memeriahkan tradisi Megengan yang digelar di Simpang Enam, Kabupaten Demak, Jateng, pada Jumat (26/5/2017) sore. Selain pertunjukan kesenian, pelaksanaan tradisi ini juga diramaikan dengan aneka kuliner tradisional yang berjejer di sepanjang Simpang Enam hingga kawasan Pecinan Demak.

Megengan merupakan tradisi khas Islam Jawa, tidak ada di daerah lain. Tradisi ini menggambarkan relasi yang harmonis antara Islam dan kebudayaan setempat. Wali Sanga dan para penyebar agama Islam lainnya di zaman dulu memang banyak menggunakan budaya lokal sebagai media dakwah sehingga Islam yang berkembang kemudian memiliki corak khas sesuai dengan budaya setempat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

5 − 1 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.