1001indonesia.net – United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) memberikan penghargaan atas La Galigo sebagai epos asal-usul kehidupan dengan pengisahan bersastra tinggi.
Karya tersebut merupakan sastra oral, dihasilkan dari proses wicara atau lisan, yang kemudian dilagukan secara ajek dan dituangkan dalam tulisan. La Galigo mengingatkan kita pada Epos Gilgamesh dari zaman Mesopotamia Kuno.
Sebagai bagian dari budaya Bugis, sastra tinggi Bugis dalam La Galigo mencerminkan sebuah mahakarya. Tebalnya sekitar 6.000 halaman atau 300.000 baris teks dan bisa dikatakan merupakan karya epos terpanjang di dunia.
Isi sastra Bugis ini mengenai sebuah penggambaran ideal tentang “apa dan siapa itu Bugis”. Diperkirakan ditulis antara abad ke-18 dan ke-20. Tentu umurnya sendiri jauh lebih tua dari itu karena awalnya merupakan sastra lisan.
Karya ini dihargai oleh masyarakat dunia. Karena nilai pentingnya, Indonesia dan Belanda (Universitas Leiden) melakukan upaya pelestarian dan penelitian. Sebagian naskah asli La Galigo sendiri tersimpan di perpustakaan KITLV di Leiden, Belanda.
Kisah ini menyebar baik melalui tulisan dan lisan. Secara lisan, kisah ini dimengerti sampai pada komunitas Bugis di Malaysia. Naskah ini mengikuti alur penciptaan sampai dengan turunnya penghuni dunia, hingga dengan legenda Sawerigading dan pengembaraannya. Alur ini memberikan rujukan mengenai “siapa bangsa Bugis”.
Naskah ini juga memuat kisah-kisah kecil di dalamnya—misalnya Sangiang Serri, yang diapresiasi sebagai jiwa padi—dengan imajinasi yang luar biasa. Mungkin dengan alasan ini, susastra Sureq Galigo diapresiasi secara tinggi. Baik untuk alasan mencari jati diri Bugis, maupun kait-kelindan satu kisah dengan banyak kisah lain, naskah ini dihargai hingga ke seluruh dunia.
Sayangnya, saat ini tidak banyak orang yang mampu membaca La Galigo yang ditulis dalam bahasa Bugis kuno. Terjemahan yang ada, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, belumlah lengkap.
La Galigo mulai dikenal luas setelah Robert Wilson mengadaptasi kisah epik ini ke dalam bentuk pertunjukan teater yang dipertontonkan untuk khalayak internasional sejak 2004.