Koba, Seni Pertunjukan dari Daerah Pesisir Sungai Rokan

864
Tradisi Lisan Koba
Pertunjukan Koba (Foto: riaumagz.com)

1001indonesia.net – Indonesia kaya akan tradisi lisan. Masing-masing daerah memiliki tradisi lisannya sendiri yang khas. Salah satunya adalah tradisi lisan Koba milik masyarakat Melayu Riau.

Sastra lisan Koba berkembang di daerah pesisir Sungai Rokan (sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Rokan Hilir) serta di daerah Mandau (sekarang masuk daerah Kabupaten Bengkalis).

Koba disampaikan dengan gaya bernyanyi, baik oleh laki-laki maupun perempuan. Orang yang menyanyikan Koba disebut tukang koba. Seni pertunjukan tradisnional ini biasanya digelar pada acara hajatan, seperti pernikahan, khitanan, dan sebagainya.

Koba disampaikan dalam bahasa Melayu. Di daerah Sungai Rokan, pertunjukan Koba menggunakan bahasa Melayu dengan logat Rokan, sementara di daerah Mandau menggunakan bahasa Melayu logat Sakai.

Pertunjukan Koba bisa menggunakan alat musik pengiring maupun tanpa alat musik. Alat musik yang digunakan biasanya babano atau rebana dan gendang.

Alat musik digunakan tukang koba untuk mengatur jeda pada kisah yang dibacakan. Tukang koba sendiri yang menabuhnya. Setiap Koba memiliki irama dendangnya masing-masing.

Pertunjukan Koba

Kisah yang disampaikan beragam, seperti tentang alam, makhluk halus, manusia, makhluk-makhluk ajaib, dewa di kayangan, dan lain-lain. Kadang pembacaan kisah diselingi dengan kisah-kisah lucu untuk lebih menarik perhatian pendengar Biasanya kisah yang disampaikan mengandung unsur nasihat, pendidikan, serta sejarah.

Koba biasanya dibacakan di malam hari selepas Isya. Pembacaannya pun bisa bersambung selama beberapa malam. Ada yang tiga malam dan bahkan ada yang sampai enam malam.

Sebelum Koba dibacakan, biasanya tukang koba akan makan sirih lebih dulu bersama-sama khalayak. Lalu ia membacakan pantun singkat tentang proses perjalanannya hingga sampai ke tempat berkoba. Ia pun menyampaikan terima kasih kepada khalayak. Tak jarang para penonton membalas pantun-pantun tersebut.

Baca juga: Sirih-Pinang dan Filosofi Keselarasan Masyarakat Nusantara

Apabila pembacaan Koba menggunakan alat musik, biasanya sebelum memulai pembacaan, dibuka dengan pemukulan alat musik secara ritmis.

Di tengah pembacaan Koba, tukang koba bisa mengambil jeda untuk beristirahat. Selama jeda, ia makan sirih, minum kopi, merokok, sambil berbincang-bincang dengan khalayak.

Apabila waktu istirahatnya terlalu lama, penonton biasanya akan menyindir dengan menggunakan pantun. Tukang koba biasanya akan menjawab, maka terjadilah jual beli pantun yang membuat suasana semakin hangat.

Penundaan waktu itu biasanya juga dilakukan untuk memancing rasa ingin tahu pemirsa. Mereka yang tak sabar mendengar kelanjutan cerita tersebut biasanya rela membayar lebih untuk mempercepat kelanjutan Koba yang dinyanyikan tukang koba.

Secara umum suasana pembacaan Koba adalah suasana keceriaan, penuh hiburan, namun juga tetap memiliki nilai-nilai pesan yang ingin disampaikan dalam setiap cerita.

Untuk cerita-cerita yang bersifat sakral, biasanya tukang koba melakukan ritual-ritual tertentu, seperti berdoa, menyembelih ayam, menyembelih kambing, dan sebagainya.

Dalam suasana mistis, orang yang punya hajat biasanya juga harus menyediakan persembahan bagi tukang koba berupa pisau belati, sekabung kain putih, dan limau purut.

Jenis-jenis Koba

Menurut Taslim (budayawan), di daerah Rokan Hulu, dikenal beberapa jenis koba, antara lain:

  • Koba duduk, merupakan koba yang dinyanyikan tanpa menggunakan alat musik, sesekali koba dinyanyikan dengan irama biasa. Biasanya mengisahkan tentang cerita Rao-rao dan Puti Lindun Bulan. Secara umum biasanya berisi tentang cerita-cerita dongeng dan kisah-kisah lucu tradisional.
  • Koba boguliang, merupakan jenis koba yang bisa dilakukan di rumah oleh orangtua terhadap anaknya. Seorang ibu maupun ayah bisa bernyanyi menidurkan anaknya dengan menggunakan Koba.
  • Koba panglimo awang, merupakan salah satu koba yang terkenal dari daerah Rokan. Penyampaian Koba ini bisa dilakukan selama 3 malam. Panglimo Awang merupakan seorang pelaut melayu yang terkenal kisah pengembaraannya. Kisahnya diabadikan dalam nyanyian-nyanyian Koba di Rokan.

Baca juga: Kabanti, Nyanyian Tradisi Masyarakat Buton di Sulawesi Tenggara

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

eighteen − six =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.