Keyakinan Bonokeling, Kekayaan Religiositas Nusantara

1174
Keyakinan Bonokeling
Foto: ceknricek.com

1001indonesia.net – Nusantara memiliki kekayaan religiositas yang amat beragam. Salah satunya adalah keyakinan Bonokeling yang penganutnya tersebar di Banyumas dan Cilacap. Sama seperti yang lain, keyakinan Bonokeling selalu mengajarkan kebaikan. Kedudukan wanita bahkan sangat dihormati dalam ajarannya.

Kyai Bonokeling merupakan nama pembawa ajaran ini. Siapa sebenarnya Kyai Bonokeling masih misteri hingga menimbulkan banyak versi mengenai asal usulnya.

Namun, menurut trah Bonokeling, jati diri Kyai Bonokeling yang sesungguhnya memang dirahasiakan untuk melindungi identitas asli leluhur. Jika kita memang benar-benar ingin mengetahui latar belakang Bonokeling, kita harus menjadi pengikutnya.

Syarat utama untuk menjadi pengikut Bonokeling atau biasa disebut anak-putu Bonokeling ada dua. Pertama, mempunyai garis keturunan trah Bonokeling. Kedua, jika bukan keturunan maka harus ditodi atau diuji terlebih dahulu selama tiga tahun.

Apabila selama tiga tahun sanggup mengikuti tata cara dan adat yang dianut dengan baik, maka calon tersebut diperbolehkan mengikuti ajaran. Perlu diingat, hanya calon yang sudah dianggap dewasa atau cukup umurnya yang bisa menjadi pengikut sah Bonokeling, yakni anak lelaki yang telah disunat atau anak perempuan yang telah menstruasi.

Penganut religi Bonokeling tersebar di pesisir pantai selatan Jawa, yakni wilayah Kabupaten Cilacap dan Banyumas. Sementara, pusat penyelenggaraan rangkaian ritual adatnya berada di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas. Di tempat itulah makam keramat Kyai Bonokeling berada.

Komunitas Bonokeling, terutama yang di Desa Pekuncen, dalam kehidupannya masih sangat teguh berpegang pada adat leluhur mereka, seperti cara berpakaian, menjalankan ritual, dan penggunaan kalender kehidupan. Untuk menentukan hari dan tanggal suatu ritual, slametan, pindahan, pernikahan, dan lain sebagainya, mereka menggunakan kalender Aboge.

Ajaran

Keyakinan Bonokeling memiliki tradisi yang mirip dengan tradisi keagamaan orang Jawa pada umumnya, yakni adanya ritual penghormatan terhadap leluhur. Hampir semua ritus keagamaannya berorientasi pada pemujaan pundhen atau makam Kyai Bonokeling.

Sistem religi warga komunitas adat Bonokeling berkaitan dengan penghormatan kepada tokoh Bonokeling, kawasan suci di areal makam Bonokeling, dan peran kyai kuncen serta pengurus adat lainnya dalam penyelenggaraan berbagai ritual adat Bonokeling.

Sampai saat ini anak putu Bonokeling masih memegang dengan teguh ajaran-ajaran yang diwariskan oleh leluhurnya. Di antaranya adalah lima ajaran utama yang yang diwariskan Sang Kyai. Pertama monembah, diartikan bahwa kita sebagai manusia harus menyembah dan beribadah kepada Tuhan sesuai keyakinan masing-masing.

Kedua, moguru atau patuh terhadap kedua orangtua. Ketiga, mongabdi yang berarti saling menghargai antarsesama dan menjalin hubungan baik antarumat. Keempat, makaryo yang berarti bekerja. Tanpa bekerja manusia tak bisa mendapatkan uang yang menunjang kehidupannya di dunia.

Ajaran terakhir untuk dianjurkan adalah manages manunggaling kawula Gusti. Jika diartikan adalah hubungan seorang hamba dengan Tuhan tidak melalui perantara apa pun. Dalam keyakinan Bonokeling, setiap orang yang lahir di muka bumi adalah titipan Tuhan.

Meski demikian, kedudukan Kyai Bonokeling dan para leluhur sangat penting dalam komunitas adat ini. Para leluhur yang telah tiada sudah tidak terikat lagi dengan alam material. Mereka hidup di alam kelanggengan atau kembali pada Sang Sumber Hidup.

Anak putu Bonokeling percaya, bahwa para leluhur akan terus melindungi keturunannya, demikian juga Kyai Bonokeling sebagai leluhur mereka.

Sebab itu, berbagai ritual yang sering disebut perlon digelar sebagai media atau wahana bagi anak putu untuk madep kepada arwah leluhur mereka agar memayungi serta melindungi kehidupan anak putu, juga untuk menghantarkan segala doa kepada Sing Gawe Urip atau Gusti Sing Mahakuasa.

Lima ajaran tersebut hingga sekarang masih dipegang teguh oleh anak putu Bonokeling. Tak ada hukum adat dalam keyakinan Bonokeling, tetapi hukum negara tetap berlaku bagi anak putu Bonokeling.

Baca juga: Perlon Unggahan, Tradisi Keturunan Bonokeling Menjelang Puasa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

18 − seventeen =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.