Keragaman dan Sikap Toleransi dalam Masyarakat Maluku

1660
Keragaman dan Sikap Toleransi dalam Masyarakat Maluku
Tradisi pela dan gandong merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat Maluku untuk memelihara kekerabatan dan persaudaraan. (Foto: disbudparkabmtb.wordpress.com)

1001indonesia.net – Sebagai pusat perdagangan dunia di masa lalu, masyarakat Maluku sudah menerima kedatangan bangsa-bangsa besar sejak lama, seperti Arab, Portugis, dan Belanda. Bahkan kini orang Jawa, Buton, Bugis, dan Makassar juga turut mewarnai komposisi masyarakat Maluku.

Agama Islam, Kristen, dan Katolik telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan masyarakat Maluku baik yang di utara, tengah, selatan, dan tenggara.

Sudah sejak lama masyarakat Maluku memiliki tradisi kekeluargaan yang sangat kuat. Tradisi pela adalah yang cukup terkenal. Selain itu, mereka juga memiliki ikatan marga (famili) yang juga cukup mengakar.

Tradisi pela sebenarnya ada beberapa jenis, yakni pela darah, pela sirih, dan pela gandong. Pela darah adalah jenis pela paling keras. Di dalamnya ada larangan dan kewajiban yang sangat mengikat. Perjanjian dalam pela ini dilakukan dengan meminum darah yang diambil dari jari tangan para pemimpin kelompok yang dimasukkan ke dalam gelas. Mereka kemudian meminum air itu.

Melalui pela darah mereka kemudian menjadi saudara selama-lamanya dan di antara
mereka tidak boleh terikat dalam perkawinan. Sebagai saudara, mereka wajib saling melindungi dan saling membantu.

Sementara pela sirih lebih lunak daripada pela darah. Pela ini ditetapkan melalui sumpah untuk saling membantu dan melindungi.

Berbeda dengan dua pela sebelumnya, gandong lebih menyiratkan persahabatan yang
terbentuk karena adanya kesadaran garis turunan. Gandong sendiri berasal dari kata kandung.

Dalam tradisi bergandong dan juga pela lainnya, sesuatu yang memalukan jika saudara dalam ikatan pela itu tidak turut membantu saudaranya yang membutuhkan bantuan. Mereka memandang kelalaian itu sebagai aib. Oleh karena itu, ketika satu desa sedang
membutuhkan bantuan, seperti pembangunan rumah ibadah, saudara dalam ikatan pela ini akan turut serta membantu.

Selain ikatan pela, masyarakat Maluku juga memiliki famili atau marga. Mereka yang menjadi bagian dari marga tertentu dianggap sebagai bagian dari keluarga inti. Satu marga
bisa saja tersebar ke beberapa desa dan juga bisa memiliki agama yang berbeda.

Misalnya, marga Pelupessy tidak hanya ada di negeri Siri Sori yang muslim tetapi juga ada di negeri Ouw (Kristen), negeri Paperu (Kristen), dan negeri Siri Sori Serani (Kristen).

Begitu juga marga Tanamal di Nusalau, Saparua yang kebetulan Kristen namun di Werinama, Seram justru beragama Islam.

Mereka yang terikat dalam satu marga menjaga hubungan dengan saling kunjung ketika
ada perayaan hari besar masing-masing.

Selain itu, masih ada beberapa tradisi masyarakat Maluku yang memiliki semangat kebersamaan sebagai sebuah masyarakat, meski mereka memiliki perbedaan keyakinan, seperti masohi, badati, dan maano.

Tradisi-tradisi tersebut mengikat dan menyadarkan masyarakat untuk selalu saling membantu setiap kali ada salah satu anggotanya yang membutuhkan bantuan.

*) Tulisan ini merupakan bagian dari buku Indonesia, Zamrud ToleransiDimuatnya kembali tulisan ini dalam situs 1001 Indonesia sebagai upaya untuk menyebarkan ide-ide yang terdapat dalam buku tersebut pada khalayak yang lebih luas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

5 × 4 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.